cinta kami ada dalam secangkir kopi, sepotong coklat, dan di blog ini..

Tuesday 29 January 2013

Saya Belum Siap

Saya menulis ini dengan berurai air mata. Sungguh, saya ternyata belum siap untuk menyapih Edsel. Teringat betapa berat perjuangan saya untuk memberi dia ASI. 


Teringat masa-masa awal kelahiran dengan rasa nyeri pasca SC, kengototan saya untuk IMD, kedongkolan hati saya karena pihak RS memberi sufor tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan saya, kegigihan saya untuk 'mengambil' anak saya dari ruang perinat. Teringat niple yang pecah-pecah berdarah, PD yang sangat sangat sangaaat sakit ketika disusui dan dipompa. Teringat betapa tidak ada satu pun dukungan untuk saya selain dari suami. Teringat bahwa sering semalaman penuh saya tidak tidur karena Edsel terus menangis jika tidak disusui. Teringat setiap tengah malam dan dini hari harus bangun untuk pumping, padahal berkali-kali pula harus terjaga untuk menyusui. 


Teringat betapa saya 'tidak punya rasa malu'' menenteng coolerbag kemana-mana hanya agar bisa pumping ketika harus bertugas di luar kantor. Teringat bahwa saya pernah dicurigai membawa bom karena coolerbag itu. Teringat betapa selalu berusaha tersenyum setiap kali diledek oleh teman-teman setiap pumping di kantor. Teringat bahwa betapa pun padatnya pekerjaan, tetapi selalu mendisiplinkan jam pumping. Teringat betapa mencelosnya hati jika ASI di botol tumpah karena kurang hati-hati saat memompa. Teringat bahwa betapa lelah dan penatnya tubuh setelah seharian bekerja ditambah dengan tidur malam yang kurang, namun tetap semangat untuk mensterilkan botol ASI, dot, dan printilan pompa yang tidak sedikit. Teringat betapa mata Edsel berbinar-binar dan tersenyum indaaaahhh sekali setiap saya pulang dari kantor dan dia bisa menyusu sepuasnya. Teringat bahwa hati saya mengembang sekaligus miris ketika harus membuang berpuluh-puluh botol ASIP karena freezer di rumah dan di tempat Om sudah tidak muat lagi menampung ASIP yang saya dapatkan dengan susah payah. Teringat saat diklat Prajab harus berjuang untuk pumping dan menyusui di tengah-tengah jadwal yang padat, menahan kantuk dan lelah, mengorbankan jam tidur dan istirahat. 

Teringat betapa menyakitkannya komentar pedas dari teman dan saudara mengetahui saya menabung ASI. Teringat betapa saya miris jika melihat ibu yang ASI-nya melimpah dan tidak harus bekerja di luar rumah, namun tidak mau menyusui bayinya. Teringat betapa saya sakit jika ada yang mengatakan "Kamu sih enak, ASI-nya banyak", padahal ASI saya tidak berlebih, hanya sekedar cukup. Edsel bisa bisa lulus sarjana ASI, bisa melampaui hingga hari ini tanpa sufor, itu semata-mata karena saya 'keras' pada diri sendiri, mendisiplinkan diri untuk pumping dan menyusui dalam berbagai kondisi yang tidak selalu kondusif.

Ah...sungguh, ternyata saya belum siap untuk mengakhiri momen indah menyusui. Perjuangan yang telah saya dan Edsel lewati telah membuat masa menyusui ini begitu indah, begitu berkesan, dan menguatkan ikatan di antara kami.

Dua bulan lagi..., bisakah selama waktu itu saya menyiapkan diri dan menyiapkan bayi kecil saya untuk proses weaning? Ah...dia bukan bayi kecil saya lagi, dia sudah menjelma menjadi anak yang tumbuh besar dan pintar. Come on Rahma, siap tidak siap itu bukan pilihan, tapi proses yang harus diusahakan.

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

© 2011 Everything is Beautiful, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena