cinta kami ada dalam secangkir kopi, sepotong coklat, dan di blog ini..

Thursday 29 August 2013

Padang Bulan : Andrea Hirata

Sudah ngincer buku ini sejak 2011, ga kesampaian karena sibuk ngurus baby. Dan akhirnya, lupa.

Sempat nglirik dan hampir beli buku ini beberapa bulan yang lalu ketika main ke Gramedia Malioboro Mall. Tapi ga jadi lagi karena beli buku lain yang lebih penting, dan duitnya ga cukup. He he he ...

Akhirnya minggu kemarin yang niatnya mampir ke Kutu Buku Wonosari cuma mau beliin Edsel Ensiklopedia, langsung nyamber dwilogi buku yang pertama, Padang Bulan. Harganya 38 ribu perak aja sodara-sodara! Lebih murah beberapa ribu rupiah jika dibandingkan harga di Gramed.

Padang Bulan adalah buku pertama dari dwilogi dengan judul yang sama. Buku keduanya, Cinta Dalam Gelas belum saya saya beli sekalian karna masih mo liat buku yang pertama ini bagus ga.

Abaikan bocah berbaju oranye yang nyungsep di bawah buku demi memeluk ibunya

Buku ini bercerita tentang Enong, gadis Sekolah Dasar penggemar pelajaran Bahasa Inggris yang harus keluar dari sekolah karena Ayahnya meninggal. Keadaan memaksa dia untuk menanggung hidup keluarganya, ibu dan ketiga adiknya yang masih kecil -  kecil. Dan gadis kurus yang bahkan belum tamat SD itu menjadi penambang timah. Penambah timah! Pekerjaan kasar yang paling kasar, berat yang paling berat. Bahkan untuk laki - laki bugar bugar sekali pun.

Dan apa dia menjadi cengeng? No! Apa dia mengeluh? No! Meski waktu telah merampas masa mudanya tanpa bangku sekolah, ijazah SD pun tak ada, dia tetap bersemangat mengikuti kursus Bahasa Inggris. Melunasi mimpi-mimpinya. Tanpa minder, tanpa peduli cemoohan orang.

Juga cerita tentang Ikal, si keriting di tetralogi Laskar Pelangi. Buat yang penasaran dengan cerita menggantung dan mengecewakan di Maryamah Karpov, buku terakhir dari tetralogi itu, maka di sini lah kelanjutannya. Lembar-lembar awal dari buku ini sedikit membuat saya kecewa, sangat biasa, umum, tidak menyihir seperti diksi Andrea di Laskar Pelangi. Sampai di bagian cerita tentang Ikal, Andrea kembali lagi merebut hati saya. Puitis, lucu, nakal, tak terduga. Namun sebenarnya, menurut saya, ini menurut saya lho, Andrea sudah mulai tak ajaib lagi di buku Maryamah Karpov. Jika kita sudah membaca Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan Edensor maka membaca Maryamah Karpov seperti membosankan. Tak membuat kita terbelalak terheran-heran dan geleng-geleng kepala lagi. Dan kembali menurut saya yang sok tau ini, di Padang Bulan Andrea seperti gagap ketika bertutur tentang Enong. Dia mulai luwes saat bercerita lagi tentang Ikal, dirinya. Dan itu pun tetap tak mampu menandingi ketiga buku awal tetraloginya.

Di sini digambarkan Ikal kacau, stress, dan hampir putus asa karena mengira A Ling telah meninggalkannya pergi dengan lelaki lain. Dicampakkan A Ling sama dengan dicampakkan dari dunia. Perempuan yang ia cintai hampir seumur hidupnya. Yang demi dia, Ikal telah minggat dari rumah menantang Ayahnya, kini membuat hidupnya acak-acakan. Pemuda pengangguran, pendek, patah hati pula!

Sampai hampir selesai buku, saya belum bisa menemukan mengapa buku ini diberi judul Padang Bulan. Baru di akhir bab, benar-benar di akhir, bahkan hampir di lembar terakhir, baru lah saya paham.

Ada sebuah puisi : 

Ada Komidi Putar di Padang Bulan
.................
.................
Ayah, pulanglah saja sendirian
Tinggalkan aku
Tinggalkan aku di Padang Bulan
Biarkan aku kasmaran

Dan  oke lah, Padang Bulan cukup membuat saya kasmaran. Meski ia tak mampu memalingkan hati saya pada cinta pertama : Sang Pemimpi.

Cinta Dalam Gelas? Wait me!
Read More

Thursday 22 August 2013

Pria - pria di Hatiku ( II )

Dia adalah pria selanjutnya di hatiku.

Mau tidak mau, suka tidak suka dia telah datang padaku meski aku tidak memilihnya.

Pria ini yang pernah membuat aku sering lemas dan hampir pingsan. Menantikan kehadirannya adalah momen yang menyakitkan tapi penuh kebahagiaan. Dua sisi yang aneh tapi begitulah dia menentukan caranya. Dan aku? Aku si pemberontak, menurut saja seperti kerbau dicocok hidungnya. Menurut tanpa syarat. Takluk.

Dia pernah membuat aku tidak tidur selama berhari-hari. Dia yang telah membuat aku menangis tersedu-sedu karena khawatir. Dia berhasil membuatku melahap kacang tolo_makanan yang sangat aku benci dengan lahap dan rakus. Membuatku mengabaikan kembung karena kebanyakan minum. Merampas hampir separuh tidur malamku. Dia dengan caranya yang magis telah menghantuiku sepanjang waktu sibukku di kantor. Dia yang membuat aku pusing setengah mati. Dia yang selalu menguras energi dan pikirku.

Tapi ajaibnya, dia lah yang menguasai hampir seluruh cinta di jiwaku. Bahkan jujur kuakui, terkadang perhatian dan rinduku pada pria pertama sering kubagi dengan tidak adil dengan pria kedua ini. Aku telah sering mendua dengan lebih mengutamakannya.

Dia mengajarkan aku tentang keikhlasan, kesabaran, pengorbanan, perjuangan. Aku menjadi manusia pembelajar yang lebih giat belajar. Bahkan sujudku kini selalu lebih lama demi bisa mendoakannya, tanpa bosan-bosan. Memilikinya telah mengubah cara berpikirku, cara pelampiasan emosiku, cara aku memperlakukan orang lain, cara bicaraku, bahkan cara tersenyumku. He he he ...

Singkatnya, kehadirannya sudah mengubah hidupku meski tidak pernah mengubah sisi pribadiku. Aku masih hobi membaca, dan masih terus gila membaca. Aku masih suka nonton film, dan tetap tidak berubah hingga sekarang. Aku masih ketagihan kopi, dan masih suka ngopi hingga hari ini. Tak pernah dilarangnya, meski untuk menjalani semua ini aku harus pintar mengatur waktu.

Dia ... lelaki hebat ini telah mencuri hatiku mulai detik pertama aku melihatnya. Dan terus membuat aku jatuh cinta tanpa henti setiap detik, setiap hari.

Read More

Tuesday 20 August 2013

Pria-pria di Hatiku ( I )

Sedikitnya saat ini ada dua pria yang menyanding hatiku.

Yang satu cuek, dingin, tidak bisa menggombal merayu. Jangankan merayu, memuji saja seperti memindahkan gunung, beraaattttt. Boro-boro menggombal semanis madu, tersenyum duluan saja bisa meruntuhkan gengsinya. 

Tapiii... aku tahu di balik wajahnya yang sedingin es Antartika itu, hatinya lebih hangat dari secangkir kopi kesukaan kami. Aku juga tahu di balik kata-katanya yang sering kali keras itu, hatinya sering bisa diajak kompromi.

Tidak banyak bicara, tidak bisa membujuk menepuk, cukup lakukan apa yang perlu dilakukan. Seperti di kepanduan "Sedikit bicara banyak bekerja". Tidak pernah menghibur ketika aku teler kecapekan, tahu-tahu cucian dan setrikaan beres. He he he ... Membantu sepenuh hati apa yang perlu dibantu. 

Mentalitas yang tidak semua wanita mendambakannya. Bukankah wanita suka dibujuk dan dirayu? Suka dimanja dan dipuji sampai membumbung tinggi? Tapi percayalah, wanita-wanita manja nan egois seperti aku memang membutuhkan pria seperti ini. Terkadang memang tidak menyenangkan hati, sering malah membuat dongkol sampai menangis sesenggukan. Tapi aku telah sangat percaya bahwa Tuhan Yang Maha Cinta mengirimkan Pria Gunung Es ini untuk mengubah perangaiku. Agar aku tidak melulu selalu minta dicintai, tapi juga belajar mencintai. Agar aku tidak selalu ingin diberi, tapi juga belajar memberi meski tak selalu diberi. Agar tidak terus minta dipahami, tapi juga memahami walau tak sesuai keinginan hati. Agar tak selalu ingin dipuji, namun lebih sering memuji. Agar lebih bisa mengendalikan emosi. Agar tidak banyak memerintah, tidak banyak omong. Dan masih banyak lagi lainnya. Berat? Oh iya. dan semua itu butuh proses. Sampai sekarang pun kami masih menjalani proses itu. Tapi setidak-tidaknya kami telah banyak mengubah diri kami sendiri ke arah yang lebih baik. 

Dan akhirnya memang cinta itu tidak melulu bikin perasaan kita tersanjung sampai ke awang-awang, atau membuat hati kita berbunga-bunga sepanjang hari. Cinta dari Pria Gunung Es ini lebih dari sekedar romantisme itu. 

to be continued ya...
Read More

Monday 5 August 2013

Sang Mantan

Pernah membayangkan sang mantan? Pernah kepikiran masa lalu?


Pertanyaan ini mungkin topik haram untuk ditanyakan bagi kita yang sudah mempunyai pasangan, apalagi yang sudah berkeluarga. Walau memang ada juga beberapa pasangan 'liberal' yang no problem ngobrolin tentang kisah masa lalu selayaknya bernostalgia.

Kalo saya termasuk golongan yang pertama, tidak pernah ngobrolin tentang sang mantan kepada suami. Alasannya sih sederhana : saya takut jealous jika mendengar suami membicarakan perempuan selain saya. Jadi saya pun beranggapan suami cemburu juga jika saya berbicara tentang laki-laki lain. Walau kenyataannya saya ga tahu bener ga suami merasa seperti itu. Jangan-jangan saya cuma ge-er aja merasa dicemburuin. He he he ... Tapi setidak-tidaknya saya memperlakukan dia sama seperti saya ingin diperlakukan. Lagian ga ada gunanya juga kan ngobrolin seseorang di masa lalu di saat kita sudah bersama orang yang akan memberikan kita masa depan?

Lalu di mana letak masa lalu di kehidupan saya? Ya cuma ada di waktu itu. Walaupun jujur pernah juga terlintas kenangan di saat saya ada di momen atau tempat yang sama. Pernah juga memikirkan walau niatnya ga sengaja. Tapi itu bukan untuk mengembalikan masa itu, juga bukan untuk dicurhatkan dengan suami meski di antara kami memang tidak ada rahasia yang bersifat penting. Tapi tetep saja ada hal-hal kecil yang tidak perlu di-share jika memang tidak membawa kebaikan pada keluarga. Dan bukan juga kami tertutup satu sama lain. Kami hanya saling menghormati bahwa sebelum kami bersama seperti sekarang, kami adalah individu yang punya kisah sendiri-sendiri. Dan kisah itu lah yang membentuk kami hingga kami bisa bertemu dan saling cocok dan akhirnya bisa bersatu. Ciee...

Lalu apakah kami tidak saling tahu kisah masing-masing? Off course, tahu. Tapi bukan untuk diungkit-ungkit atau diobrolin atau diceritakan setiap kali terkenang. Cukup sekedar tahu, that's all. Toh setiap orang berhak mempunyai sesuatu untuk disimpan kan?

So, gimana dengan cerita sang mantanmu?

 
Read More

Ramadhan TwoThousandThirteen

Ramadhan tahun kemarin ga pernah shalat tarawih di mesjid. Si anak lanang berumur hampir 1,5 tahun. Boro-boro mau ditinggal ke mesjid, siapa yang jagain? Misalnya gantian sama Ayah, kalo mo nyusu gimana? Malem kan waktunya dia nenen sepuas hati karena udah seharian penuh ditinggal. Malam is Ibu, ga bisa dengan yang lain.

Kalo diajak? Bisa bikin perkara. Perkara pertama : lari-lari ngiderin tiap-tiap shaf. Perkara kedua : ngomong atau ngoceh melulu sampe ngeganggu kekhusukan jamaah. Perkara ketiga : ngantuk ngajak bobo sambil nenen padahal shalat belum selesai. Anak umur segitu belum bisa dibilangin, belum bisa diajak kompromi, belum bisa disuruh diem anteng. Nah lho, jadinya satu bulan penuh absen shalat tarawih ke mesjid.

Ramadhan tahun kemarinnya, apalagi. Edsel baru 4 bulan. Praktis emang idupnya tergantung banget saya sayah! Penyambung nafasnya ya cuma ASI saya. Gimana mo ditinggal ke mesjid? Puasa saya juga bolong-bolong. Biasanya kalo abis mompa ASI tu ya pingiiinnn banget minum sebanyak-banyaknya. Hahaha...ini sih emang saya nya yang ga kuat iman. Eh tapi menurut saya, dibanding hamil, masa menyusui memang lebih cepet laper lho. Udah kayak tukang batu yang kerja keras di bawah terik matahari aja kita. Dikit-dikit laper, dikit-dikit haus.

Trus Ramadhan TwoThousandThirteen kali ini gimana? Puasa dong sob, tarawih ke mesjid juga. Tapiii... Bikin jadwal shift ni kita sama Ayah. Gantian kapan ke mesjid, kapan jagain Edsel. Secara ya, kalo si 2 tahun 4 bulanku ini diajak, pasti rese. Udah empat kali saya ajak tarawih ke mesjid, yang ada saya belum sempat shalat apa-apa udah pulang.
pake peci, mau TPA

Malam pertama : baru baca Al Fatihah rakaat pertama shalat Isya udah ribut minta ditemenin pipis. Udah selesai pipis, saya lanjutin ikut shalat, dia narik-narik mukena mo ikut Ayah. Melihat saya diam ga bergeming, suaranya makin keras dan berubah menjadi teriakan. Alhasil daripada mengganggu jamaah yang lain, saya ajak pulang aja  ni anak tanpa menghasilkan 1 rakaat pun di mesjid.

Malam kedua : maunya di shaf perempuan terdepan biar bisa deket dengan Mas Angga (tetangga kami) di jamaah laki-laki. Baru saya takbir udah ribut minta pipis lagi. Selesai pipis, lari bolak-balik ke jamaah laki-laki trus ke deket saya, ke jamaah laki-laki lagi, kemudian duduk deket saya lagi. Habis itu dia bosen duduk, ngajak pulang. Seperti biasa dengan ritual narik-narik mukena dan makin lama suaranya berubah menjadi teriakan. Dan malam kedua ini pun belum satu rakaat yang saya selesaikan.

Malam ketiga :  ikut Ayah di jamaah laki-laki. Duduk anteng, manis, dan saya yang melihatnya dari shaf perempuan bahagiaaaa sekali sambil berharap Edsel bisa bertahan sampe minimal 8 delapan rakaat shalat tarawih. Tapiiii harapan saya dikandaskan tanpa perasaan. Selesai shalat Isya, ketika Ayahnya sedang berdzikir, Si Ed udah minta pulang. Ayahnya yang ga mau suara anaknya mengganggu orang-orang yang sedang khusuk dzikir langsung mengajak Edsel keluar, dan pulang.

Malam keempat : saya baru selesai menggelar sajadah baru hendak berdiri untuk shalat tahiyatul masjid, anak sholeh ini udah minta : PULANG. Dibujuk rayu untuk menunggu sebentar, paling tidak biar sampai shalat Isya, ga mau. Keukueh ga mau.

Selesai. Cukup sudah saya ajak anak 2 tahun ke mesjid shalat tarawih. Besok-besoknya ga sanggup saya. Akhirnya bikin schedule ke mesjid itu lah kami akhirnya.

Sebenarnya ambisi ngajak Edsel shalat di mesjid bukan hanya sekedar saya nya yang ga mau kehilangan momen Ramadhan ini, tapi juga pengenalan ke dia bahwa kayak gini lho shalat berjamaah di mesjid, biar sedari kecil sudah ada pemahaman tentang hal itu. Tapi ya beginilah hasil maksimalnya, hehehe... Yang penting udah usaha lah. Allah Maha Mengetahui niat baik kita kan?
  
Semoga tahun depan kita masih bisa berjumpa dengan Ramadhan. Semoga kami bisa lebih baik, ya. Doakan kami.
Read More
Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

© 2011 Everything is Beautiful, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena