cinta kami ada dalam secangkir kopi, sepotong coklat, dan di blog ini..

Thursday 16 May 2013

Atraksi Lumba-Lumba, Hiburan Kita Penderitaan Mereka


Dua minggu yang lalu kami mengajak Edsel menonton atraksi lumba-lumba di GOR Giri Mandala, Wonogiri. Sebenarnya, saya ga terlalu antusias dengan atraksi lumba-lumba ini. Apa sih pelajaran yang bisa dipetik Edsel dari pertunjukan ini? Apa sisi edukasinya? Nothing, ga ada, kosong melompong menurut saya. Ketika itu saya dan ayahnya cuma berpikir bahwa si Ed belum pernah melihat lumba-lumba secara langsung. So, ini akan menjadi pengalaman pertamanya melihat si hitam manis yang selama ini cuma dia lihat dari buku.

Pertunjukan berlangsung 1 jam, dan setelah itu dilanjutkan dengan sesi foto bersama mamalia laut ini. Kemudian nanti pertunjukan dimulai lagi dengan atraksi yang sama, pelatih yang sama, durasi waktu yang sama, kolam yang sama. Bayangkan! Mereka melakukan itu terus menerus selama sebulan penuh. Padahal dalam 1 hari ada 5 kali pertunjukan untuk hari biasa, dan 7 kali pertunjukan untuk hari libur (kalo saya ga salah ya). 

Memang atraksi lumba-lumba yang berlompatan di air, menghampiri pengunjung, berhitung, berenang sambil berjoget,  tampak sangat menarik untuk ditonton dan tidak terlihat ada penyiksaan terhadap hewan-hewan tersebut. Tetapi menurut Richard O'Barry, aktivis perlindungan lumba-lumba dari Amerika Serikat yang seorang mantan pelatih lumba-lumba mengatakan, "Berada di kolam yang sempit, dengan musik keras dan juga teriakan pengunjung membuat lumba-lumba stres. Mungkin nampaknya dia bahagia, dengan wajahnya yang lucu, namun sesungguhnya hewan ini mengalami tekanan." 

Lumba-lumba liar menikmati setiap lautan di dunia sebagai habitat alami mereka. Mereka berkomunikasi satu sama lain dalam jarak bermil-mil, dan bisa berenang sejauh mungkin sesuka hati mereka dalam mencari makanan, teman, atau sekedar untuk menghabiskan sore mereka. Jadi tidak mengherankan bahwa mereka mengalami masalah kesehatan dan perilaku ketika mereka dipaksa untuk berenang di kolam kecil setiap hari, dan hanya memiliki beberapa satwa lain untuk menemani mereka.

Saya tidak menikmati sedetik pun dari pertunjukan tersebut. Saya ngeri membayangkan bahwa demi bertahan hidup, demi mendapatkan makanan, mereka harus menderita dengan menghibur kami para keluarga yang haus hiburan, mendatangkan uang untuk mereka yang haus uang. Eksploitasi yang menyedihkan! Sedih sekali membayangkan pemilik lumba-lumba ini mendapatkan keuntungan ratusan juta rupiah ( atau mungkin lebih?) dari lumba-lumba yang menderita, kebosanan, terpisahkan dari kelompok mereka, kehilangan habitat alami mereka. Sedih kan? Apalagi lumba-lumba ini tidak mendapat kolam yang layak lho. Kolamnya jelekkk banget! Sempit pulak! Ahh. Saya tidak bisa membayangkan jika kita manusia dipaksa melakukan hal yang sama terus-menerus, berulang-ulang selama hidup, di tempat yang jauh dari rumah, terasing dari teman dan keluarga.


Setelah saya cari informasi lebih lanjut tentang aturan main pertunjukan lumba-lumba, ternyata di Indonesia hanya ada tiga tempat yang resmi boleh melakukan pertunjukan lumba-lumba, yaitu Ancol di Jakarta, Taman Safari di Cisarua, dan Wersut Seguni Indonesia (WSI) di Semarang. Jadi?? Manari Dolphin Education sebagai penyelenggara pertunjukan ini melanggar dong?? Atau barangkali pembaca ada yang lebih ngerti tentang regulasi pertunjukan lumba-lumba ? 

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

© 2011 Everything is Beautiful, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena