cinta kami ada dalam secangkir kopi, sepotong coklat, dan di blog ini..

Monday 12 June 2017

7 Tahun Kita

By : Dedy PDY

Pernikahan, kata yang tidak asing bagi kita-kita yang sudah menikah (hahaaa... Yaiyalaaaah...), bahkan bagi mereka-mereka yang belum menikah. Dan kalau mereka-mereka sepertinya mendengarnya gimana gitu... Ini katanya "sakral", tahu sakral? "sangat keramat dan langgeng" itu istilah saya sendiri. Tapi meskipun begitu lihat kehidupan lingkungan sekitar kita, banyak kawin cerai, wuihhh ngeri, bray. Naudzubillahi mindzalik.

Dulu waktu masih pacaran sampai manten anyar, hemmm jalan bareng gandengan tangan, dikit-dikit lap keringet pasangan, ceileeh... Begitu keingetnya... Masa itu udah jadi recount, tapi recount yang kadang lupa kadang inget. Gak tahu ini sel otak kadang muncul memorinya kadang enggak. haduhhh...

Sekarang usia nikah udah 7 tahun, bocah udah 2, laki semua... Yang kakak umur 6, adiknya 2. Semua sangat aktif dan berisik. Tapi saya yang lebih temperamen, bisa adem karena si ibuk yang lebih berpikir tenang, meskipun kadang udah terlanjur nyemprot... Hihiii.

Suatu hari si ibuk ngasih nasehat ke saya, "Jadilah orang yang punya mimpi dan keinginan tinggi!". Saya gak punya mimpi, saya gak punya keinginan tinggi. Mimpi dan keinginan udah saya serahkan kepada Allah SWT. Udah yang penting... Nih anak2 pada bener kelakuannya. Cuman saya keselnya mereka kadang pada dimanjain, mentang-mentang kita-kita masih numpang. Ya sutra lah... Sabar... Pelan-pelan kasih contoh aja sama tuh bocah 2.

Saya kadang minder juga, masalahnya sebagai kepala keluarga gak bisa kasih nafkah yang sesuai (tahu ndiri, cuman guru yayasan... Dapat cemban aja udah seneng. Tapi tetep disyukurin). Tapi rizkinya itu (saya mikirnya gitu), mau gimana lagi. Ini masalah finansial... Saya banyak kurangnya disini. Saya inget Cak Lontong bilang bahwa dalam menghadapi masalah beban ekonomi keluarga, kuncinya adalah pasrah, maksudnya pasrahkan istri dan anak-anak ke mertua, Hahaaa... Jadinya beban perekonomian berkurang.

Saya orangnya gak terlalu banyak mikir, capek, momong bocah aja udah capek. Tapi itu energi lain untuk melakukan hal-hal lain juga. Kita harus bangga dengan keluarga kita, orang kita yang membangun, kita yang mempondasi, kita yang memberi atap, kita juga yang mengisi dengan hal-hal yang baik. Untung si ibuk orangnya kecil, jadi kita mau beli perabotan banyak gak masalah. Coba kalo punya istri gemuk, ih pasti gak banyak beli perabotan, soalnya rumah udah berasa penuh. Hihiii...

Kami cuma mau minta doa, supaya pernikahan kami terus lanjut sampai ntar dapet cucu, cicit. Cuman bagaimana mempertahankannya. Caranya? Jangan kebanyakan mikir! Lanjut aja... Ntar ada badai, ya udah laluin aja... Masih percaya Allah SWT? Dia yang memberi cobaan, Dia juga yang membri solusi. Istiqomah...
Read More

Sunday 11 June 2017

7 Tahun Kita ~ H-1

Jadi atas nama apa pernikahan diadili? 
Apakah atas nama postingan teman di medsos yang terlihat begitu harmonis?
Apakah atas nama ibu-ibu lain yang sharing foto-foto liburan romantis dengan suami?
Apakah atas nama sahabat kita yang update dengan begitu tlaten aktvitasnya setiap waktu atas nama sebagai istri?

Atau jangan-jangan kita saja yang 'gede rasa' seolah-olah mereka pamer untuk mem-bully keseharian kita yang biasa-biasa saja?

Bukankah tak ada tuntutan bahwa kekinian adalah sesuatu yang seragam? Pun tak ada yang salah dengan segala rupa-rupa status mereka. Memangnya kita siapa sampai harus merasa terintimidasi dan kemudian harus menyaingi? 

==

Jadi, jika kau bertanya apa hubungannya tulisan di atas dengan 7 Tahun Kita? Seungguhnya saya tidak tahu persis, karena saya sedang terburu-buru untuk segera tidur sehingga tidak bisa menulis panjang lebar. Besok adalah hari Senin, selain itu anak-anak sudah tidur sejak jam 5 sore, maka bisa dipastikan besok mereka akan bangun sebelum sahur.

Kebersamaan kami hari ini adalah kebersamaan 7 tahun kurang 1 hari.

Foto ini mulai menghuni dompetku pada Juni 2010, tapi sejak setahun yang lalu aku memutuskan untuk mneghilangkannya dari dompet. Maafkan aku.😢  Aku terpaksa melakukannya =======> karena space foto pada dompetku rusak. Akan aku pasang lagi asal kamu membelikanku dompet baru 😜


Bajuku itu-itu melulu. Hehe... Tapi keren yak, meskipun ga modis tapi tempat nongkrong terromantis kami adalah toko buku. Hunting buku sambil pegangan tangan. Weeks.😃

Read More

Saturday 10 June 2017

7 Tahun Kita ~ H-2

Kau tahu, terkadang pernikahan itu mirip sayur bening dengan garam pas-pasan. Bumbunya cuma bawang merah dan bawang putih sekedarnya, maka tanpa rasa garam yang mumpuni ia serasa air leding dengan bayam dan wortel.

7 Tahun. Kau kira kami berhaha hihi melulu? Kau kira kami hanya melanglang ke sana kemari tanpa memikirkan gaji? Kau kira kami hanya menebar senyum sana-sini? Betul kami tak pernah bertengkar, betul kami tak pernah adu nada tinggi, betul kami selalu menggenggam tangan setiap kesana kesini. Tapi kami pernah saling memendam emosi, melambungkan amarah dengan pergi tanpa permisi. 

Dan perkara analogi sayur bening tadi, sungguh memang pernah. 

Ada suatu episode kami, di mana saya merasa bosan. Saya merasa jenuh sejenuh-jenuhnya. Tak ada lagi momentum jatuh cinta. Sampai kemudian ada di antara kami yang mengalah menurunkan ego dengan menciptakan momentum itu, bukan menunggunya. Toh, mustahil bukan untuk ditunggu? Kami sudah terbiasa dengan kehadiran kami masing-masing, kami terbiasa dengan perasaan memiliki. Jadi, menunggu momentum itu tak ubahnya dengan menunggu lebaran kuda yang pernah diguraukan SBY : tak mungkin datang.

Sama halnya dengan kebahagiaan. Ia bukan sejenis gaji ke-15 yang bisa ditunggu. Ia bukan juga semacam tuntutan kepada pasangan seperti: "tolong bahagiakan aku" atau "kamu harusnya begini, harus begitu, biar aku bahagia". Lhah, bukannya bahagia itu kita sendiri yang ciptakan? Menuntut pasangan harus begini begitu biar kita bahagia, mau sampai kapaaan? Ga capek menuntut? Wong suami saya itu ketemu saya sudah berumur 26 tahun. Kita ini baru dia bersamai kemarin sore, ujug-ujug kok minta dia berubah? 

Jadi, sayur beningnya saya tambahi garam dengan takaran yang pas dulu. Saya kasih bawang goreng biar makin gurih alami. Saya makannya enak, trus dia makannya juga lahap, ehh sukur-sukur ada bonus : "masakan Ibuk enak, makasih ya". 😃

Aih pinter ya saya ngomongnya, padahal saya mah apa atuh, baru belajar, termasuk belajar konsisten juga. 

Jadi suami saya membersamai tukang masak sayur bening ini selama 7 tahun kurang 2 hari.

Maret 2016. Foto basi ya, ini ketika wisuda sarjana. Itu Edsel mulutnya pake dimiring-miringin gitu sih Naaaak???

Februari 2016. Tak ada kandidat yang akan menyaingi kecantikan saya.


Pesta kostum kayak gini mah hari hari...
Ini lebih hari hari lagi 😒
NB : Maaf ya jika foto-fotonya sering ga nyambung dengan isi tulisan karena memang ga ada niat untuk menyambungkan, Hanya sebagai tempelan pelengkap kenangan saja.
Read More

Friday 9 June 2017

7 Tahun Kita ~ H-3

Sejak saya undur diri dari dunia perbakingan keluarga dikarenakan kehadiran si Akis yang sudah cukup menyita waktu dan energi, maka muncullah dia sosok superhero. Superhero yang sempat saya pandang sebelah mata untuk urusan dapur. Superhero ini mengisi kekosongan camilan homemade untuk anak-anak dari dapur sendiri. Superhero ini adalah Dedy.

Camilan-camilannya sebenarnya sederhana. Jauh lebih rumit kue-kue yang dulu saya buat, yang kadang bikin saya stress sendiri karena target saya yang ketinggian. Dengan perbakingan si dia yang sederhana, tentu waktu membuatnya juga jadi lebih cepat, maka waktu tunggu anak-anak juga lebih singkat. Anehnya anak-anak selalu hebring tiap kali ayahnya memasak snack untuk mereka, apa pun itu. Daaaan ... selalu habis!! Bahkan bikin nagih.😒

Kau tanya cara memandikan bayi? Tanyakan padanya. Sejak Edsel dan Akis masih berupa bayi merah, dia telah memandikannya sendiri_bergantian dengan saya. Pun juga cara menggendong dengan menggunakan kain jarit, dia lebih terampil daripada saya. Menyuapi anak? Mengakali ketika mereka GTM? Dia tak kurang pintarnya dibanding saya, ibu mereka. Apalagi perkara remeh temeh macam mengganti popok, menemani saya bangun untuk menyusui, atau meninabobokan anak-anak, itu mudah saja baginya.

Sebagai seorang ayah, barangkali yang tak bisa dilakukannya hanya hamil dan menyusui.

===

Rumah kami punya lampu tidur dari recycle pralon bekas yang dibuat oleh seorang Dedy.
Saya punya laci unik tempat penyimpan bros-bros, perhiasan, dan perintilan-perintilan kecil lainnya yang tak dijual di toko mana pun di dunia ini, hasil karya seorang Dedy.
Kami punya bingkai-bingkai foto yang terbuat dari karton dengan hiasan pasir pantai, kerang, biji-bijian centil, dan daun kering yang tak kalah cantik dengan yang didisplay di toko souvenir, dan lagi-lagi dari tangan seorang Dedy.
Edsel punya kotak pensil dari kain flanel dengan identitas namanya sendiri, bukan dari hasil hunting-nya di toko, tapi persembahan dari ayahnya yang seorang Dedy.
Dinding kamar mandi kami tertempel gambar tahapan-tahapan wudhu untuk mempermudah Edsel ketika berwudhu. Bukan, bukan stiker atau poster yang dijual di toko-toko itu, tapi gambar hasil goresan tangan ayahnya sendiri, seorang Dedy.

Barangkali yang tak bisa dilakukannya sebagai seorang kepala keluarga banyak, tapi bagi anak-anak, ayahnya adalah seorang creator tanpa banding.

==

Saya ngantuuukkkk, udah ah. Yang jelas pria itu, iya itu, sudah membersamai saya selama 7 tahun kurang 3 hari. Titik. Ayo tidur, besok sahur.

Solo, 2016. No caption more, saya ngantuuuk.

Solo, 2016. Ini juga tak ada tambahan caption, saya ngantuuuuuk.

Edsel. Salah satu hobi usilnya : dandanin anaknya aneh-aneh, trus difoto.



Read More

Thursday 8 June 2017

7 Tahun Kita ~ H-4

Postingan H-4 kali ini ditulis sambil terkantuk-kantuk karena energi sudah hampir berada pada titik kritis. Dan parahnya lagi, saya mengetik dalam keadaan ga tahu mau nulis apa. Ngikut aja ni jari menekan-nekan tuts-tuts keyboard.

===

Sadeng, Juli 2010. Ini adalah salah satu bentuk kewarasan kami yang perlu dipertanyakan, karena waktu itu kondisi saya sedang hamil beberapa minggu, tapi sepulang kantor tetep nekat jalan-jalan ke pantai. Hasilnya? Sampai di rumah saat adzan Maghrib dan saya mabok kecapekan.

Dia sudah nulis di wordpress jauh sebelum saya kenal blogspot.
Dia punya banyak koleksi buku bagus dengan katalog yang rapi, jauh sebelum saya 'mulai niat' untuk benar-benar membeli buku dan mengoleksinya.
Dia sudah punya koleksi komik-komik Detektif Conan dan Detektif Kindaichi, padahal saya yang merasa saya jauh lebih ngefans dektektif-detektif itu daripada dia aja belum punya satu pun punya komik-komik itu.😒

Dia ternyata penyuka film dan buku, sama seperti saya.
Dia penyuka kopi, sama seperti saya.
Dan dia suka menulis, sama seperti saya.

Dia tidak suka film drama nan cengeng dan romantis itu, berbeda dengan saya.
Dia tidak suka buku fiksi, tidak membawa kemanfaatan baginya, berbeda dengan saya.
Tingkat ketersinggungannya hampir mendekati nol persen, alias tidak 'nggagasan' ( ga mikir). Sungguh berbeda dengan saya.

Jauh sebelum bertemu, kami sudah punya banyak persamaan tanpa rekayasa. Dalam persamaan itu, dia lebih beberapa etape di depan saya. Meski akhirnya kemudian kami saling membersamai, persamaan itu tetap tak mengeliminasi perbedaan-perbedaan yang memang sudah kami sandang masing-masing. Dan kami telah saling membersamai 'dalam sama dalam beda' selama 7 tahun kurang 4 hari.







Read More

Wednesday 7 June 2017

7 Tahun Kita ~ H-5

Aku pernah di titik itu. Titik di mana aku merasa dia begitu menyebalkan. Titik di mana dia adalah laki-laki yang salah. Sampai-sampai aku menjulukinya dalam hati : "Pria Gunung Es".

Arrgghh...jangan kau tanyakan tentang apa itu romantis kepadanya. Jangan-jangan malah dia tak tahu ada istilah itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Atau jangan-jangan Kamus Oxford Bahasa Inggris yang dia geluti tiap hari, tak tercetak kata itu karena kesalahan teknis. LOL

Sampai kemudian aku sampai pada satu pemahaman_yang entah aku lupa terinspirasi dari sekilas buku apa yang kubaca_maka aku simpulkan bahwa menikah itu bukan seperti ilmu jual beli. Kau memberi apa, pasanganmu harus membalas hal yang serupa. Kau memeluknya, maka kau menuntut pasanganmu untuk memelukmu juga. Kau menghujaninya dengan perhatian maka pasanganmu kau harapkan juga untuk melakukan hal yang sama padamu. Itu jual beli. Itu perhitungan tentang untung dan rugi.

Semestinya, pernikahan itu menggunakan ilmu bertani. Semai saja, sepenuh hati, sepenuh cinta, sepenuh kerja keras, tak usah merisaukan kapan panen. Pasti panen, pasti. Tidak usah dihitung-hitung, bukan urusan kita. 

Panennya seperti apa? Barangkali dalam bentuk pasangan akan terbiasa dengan sikap hangat kita, maka dia akan meniru, mengimbangi. Atau bisa jadi dalam bentuk sikap ikhlas kita, perasaan 'merdeka' kita karena kita tidak terbelenggu untuk mengharapkan balasan. Atau bisa juga dalam bentuk lain. Who knows?

Dan barangkali saya telah panen.
Dia bukan lagi Pria Gunung Es.
Dia adalah pria hangat yang cerdas.
He is family man.

Dan aku telah membersamai pria ini selama 7 tahun kurang 5 hari.


NB: ini foto-foto yang tadinya tidak akan terupload karena culuuuun sekali. Tapi daripada ilang dan demi melengkapi kenangan, maka nekat aja ditempelin di blog. Foto-foto petualangan kami sebelum ini sudah hilang atau nyelip entah di hardisk yang mana.

Terdampar di tepi jalan dalam rangka petualangan ke Jogja. Sumpah, itu efek pencahayaan saja. Aslinya saya lebih putih dari dia. Weeks.



Masih dalam rangka petualangan after married. Itu di Wonogiri, hihi...cuma di WGM


Read More

Tuesday 6 June 2017

7 Tahun Kita ~ H - 6

Aku sampai pada satu titik di mana aku benar-benar mensyukuri telah diperjodohkan dengannya.

Dia yang sederhana, menyeimbangkan aku yang penuh dengan imajinasi-imajinasi pencapaian.
Dia yang tenang_seperti lautan yang tanpa gelombang,_melengkapi aku yang serba terburu-buru, ceroboh, dan selalu punya target.

Dia bukan suami dengan impian dan obralan cerita tentang mobil mewah, rumah megah, atau harta-harta kekinian. Bukan. Dia adalah suami yang menciptakan ruang diskusi di rumah kami tentang pendidikan, dan segala harta benda tak kasat mata yang aku namai sebagai petualangan. 

Ya, dia laki-laki sederhana ini, telah membersamaiku selama 7 tahun kurang 6 hari. 


Pulang kerja langsung ditodong membacakan buku

Read More

Friday 2 June 2017

Wardah Matte Lipstick Gorgeous Pink 17

Sekian waktu telah berhasil meyakinkan diri bahwa "ternyata dunia baik-baik saja tanpa lipstik baru". Sekian waktu pula setiap melewati counter kecantikan, saya telah dengan begitu mudahnya melenggang tanpa menoleh untuk sekedar mengintip deretan koleksi lipstik. O yeah ternyata benar, dunia baik-baik saja. Daya gravitasi masih berjalan tanpa gangguan, buktinya saya tidak oleng meski tidak membeli lipstik baru selama beberapa bulan.

Sampai kemudian ada drama antara saya dan anak muda di rumah : Akis nyembunyiin lipstik emaknya ini entah di mana! 5 Biji. Iya, 5 biji!! Sudah saya bongkar-bongkar segala perkakas dan harta benda, tetap tak ketemu.

Oh oke, saya masih punya 3 lipstik. Dunia masih baik-baik saja.

Etapi tunggu... Meski masih punya 3 buah, tapi itu yg bener-bener saya pakai cuma 2 lho. Karena yang satu warnanya terlalu gonjreng. Kemudian di antara 2 itu, salah satunya dalam keadaan patah dan tanpa tutup (yang lagi-lagi adalah hasil tangan kreatif anak muda 2 tahun itu).

Ah ga pa pa. Pake seadanya. Toh cuma lipstik ini.


Beli sabun, intip bentar ke counter kecantikan.

Beli logistik dapur, nengok dikit ke etalase lipstik.
Nunggu Ed milih pasta gigi, nyoba-nyoba tester di booth Sariayu, melangkah ke Mirabella, dan kacep di booth Wardah.
Maka, ending-nya bisa ditebak : BUNGKUS!!

Wardah Matte Lipstik mungkin udah ga hits lagi. Tapi saya memang jarang beli sesuatu karena tren. Saya beli karena butuh dan suka aja. Menurut saya sih warna Wardah Matte Lipstik Gorgeous Pink 17 ini cantik_terlepas dari hits atau ga_saya suka! Bikin wajah jadi terlihat seger.



Ini bukan tipe lipstik yang bener-bener matte meski judulnya matte. Di bibir saya justru malah terlihat glossy. Bibir juga berasa lembab. Tapi meski ga totally matte, saya molesnya musti hati-hati. Soalnya pernah saya nyobain langsung pulas dengan berani dan percaya diri kayak mulas lipstik jenis creamy atau satin, eeeh warnanya terlihat cetar ga cocok dengan tone kulit wajah saya. Selain itu bibir terlihat kering gitu. Jelek deh di saya. Padahal sebetulnya warna lipstiknya tu cantiiiiik banget.

So, saya mengaplikasinnya dengan cara di-tap tap tap gitu aja di bibir. Hasilnya jauh lebih kalem dan cantik.


Daya tahan? Kalo ga dipakai makan dan minum sih bisa tahan 6 jam-an. Tapi jangan berharap muluk-muluk kalo udah dipake makan, minum, dan wudhu. Mending di touch up lagi deh.

Packaging? Suka! Kayaknya kemasan lipstik Wardah dari berbagai jenis saya selalu suka. Selalu terlihat elegan dan ga nyusahin kalo dibawa-bawa.

Harga? Aaakkk....saya lupa. Struk pembayarannya udah saya buang. Tapi harganya berkisar 30 ribuan. Ga sampe 40 ribu.

Umm...jadi apakah dunia semakin baik-baik saja jika kita punya lipstik baru? Kayaknya sih enggak ya, yang ada meja rias kamu akan semakin penuh. He he he. Tapi lipstik baru emang bikin kita tambah semangat kerja sih. Aaaahh, pembenaran.






Read More
Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

© 2011 Everything is Beautiful, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena