cinta kami ada dalam secangkir kopi, sepotong coklat, dan di blog ini..

Thursday 18 September 2014

Drama Pagi Hari

Sudah tiga minggu belakangan, Edsel selalu rewel tiap saya tinggal bekerja. Rewelnya ga kira-kira, dimulai dari merengek membujuk-bujuk saya untuk ga berangkat kerja, kemudian berlanjut dengan memohon-mohon minta ikut ke kantor, setelah itu memeluk kaki saya sambil nangis-nangis kecil, dilanjutkan dengan menangis beneran, trus banjir air mata dengan teriakan kenceng, dan ending-nya berlari mengikuti motor saya. Haduuhh....hati saya pilu piluuuuuu demi melihat anak semata wayang seperti itu setiap pagi.

Jika dirunut ke belakang, Edsel bukanlah anak yang sulit ditinggal pergi oleh Ayah Ibunya. Asalkan kami pergi dengan ritual pamit ( jabat tangan, cium pipi kanan kiri, cium kening, cium bibir, peluk) maka sampai seberapa lama pun kami pergi akan dia ikhlaskan dengan senyum paling manis. Tapi entah kenapa sekarang jadi berubah dengan tiba-tiba seperti itu.

Kadang saya introspeksi diri, apakah ada yang berubah dari kasih sayang saya kepadanya. Rasanya tidak. Saya masih tetap menemaninya bermain, baca buku, makan, mandiin, tidur, jalan-jalan pagi, bahkan masak pun bareng Edsel. Masih sama seperti dulu, bahkan lebih. Lantas apa gerangan penyebabnya?

Jika itu karena usia dia yang semakin bertambah sehingga membuatnya sudah bisa keukeuh mempertahankan keinginan untuk terus bersama ibunya, itu masuk akal. Dia merasa nyaman dengan saya, jika kenyamanan itu diputus oleh 'waktu bekerja' dia tidak rela. Dan dia memilih untuk mempertahankan zona nyamannya itu alih-alih menerima kondisi lain. Itu hanya dugaan saja.

Atau bisa juga dia rewel karena 'tertular' dari pikiran saya yang juga lagi rusuh. FYI, sebulan terakhir ini saya lagi ada PR yang lumayan menguras pikiran, energi, dan uang tentu saja. Hal ini juga masuk akal karena dari artikel yang pernah saya baca kalo anak di bawah 7 tahun itu masih terkoneksi dengan perasaan ibunya. Jadi kalo ibunya bete, anaknya juga ikut uring-uringan.

Cara yang pernah saya coba tak ada yang membuahkan hasil. Dimulai dari iming-iming hadiah jika dia tidak menangis, mengajaknya jalan-jalan tiap akhir pekan untuk 'merapel' kebersamaan kami, atau menyisipi nasihat dengan cara menyenangkan ketika kami bermain. Si Ed tidak tergoda, dia tidak mempan hadiah, dia tidak ingat janjinya untuk tidak menangis. Nihil. 

Dan setiap pagi pun selalu saya awali dengan drama yang mengiris hati ibu mana pun.
Read More

Monday 8 September 2014

Bakso Ikan

Ibu-ibu. Apa ya seninya jadi ibu-ibu? Meski tidak semua mengamini, tapi bagi saya salah satu kewajiban jadi ibu ya turun ke dapur. Sesibuk-sibuknya saya, dan sehancur-hancurnya masakan saya, tapi bikin sesuatu untuk dimakan Edsel tetap panggilan yang masih saya turuti. Lebih-lebih jika Edsel tidak suka sesuatu, maka itu adalah PR buat saya biar sesuatu itu bisa diterima mulutnya.

Kayak ikan nih. Edsel sih bukannya ga doyan ikan, tapi jika ikan diolah begitu-begitu saja (digoreng, dipepes, dibakar) bisa ilfil karena jenuh dia. Maka saya putuskan untuk bikin bakso ikan aja. Apalagi beberapa hari belakangan dia pingin banget jajan cilok dan bakso kayak temen-temennya. Nah ini juga salah satu trik untuk mengalihkan keinginan jajannya dia. Daaann....berhasil!! Si Ed ga ngrengek-ngrengek lagi tiap ada tukang cilok atau bakso. Bakso ini juga bisa dibikin sate bakso bakar, jadi dia juga aman-aman aja tiap tukang sate lewat. Hehehe...Pokoknya fleksibel aja deh dibikin apa aja. Bisa untuk tambahan nasi goreng, cap cay, orak-arik, mi rebus, mi goreng, apaaa ajaa. Jadi saya bikin agak banyak sekalian, taruh di freezer. Kalo sewaktu-waktu dibutuhkan tinggal ambil.

Tampilannya ga menarik ya. Saya ga bisa bikin bulet let.

Resep Bakso Ikan
Bahan :

  • 300 gram fillet daging ikan tenggiri, kakap, ataupun tuna
  • 100 mililiter air es
  • 30 gram tepung kanji
  • 1 butir telur, ambil putihnya
Bumbu halus :
  • 3 siung bawang putih
  • 1/2 sendok teh kaldu instan
  • 1/2 sendok teh garam
  • 1/2 sendok teh merica bubuk (atau sesuai selera)
Cara bikin :
  • Campurkan sampai rata ikan, putih telur, dan bumbu halus.
  • Tambahkan air es sedikit demi sedikit sambil dikocok menggunakan mikser.
  • Tambahkan tepung kanji. Aduk sampai rata.
  • Bentuk adonan menjadi bulatan dengan bantuan sendok makan. 
  • Masukkan ke air mendidih. Rebus hingga semua bulatan mengambang.
  • Tiriskan.
Air bekas rebusan bisa dipake buat bikin mi rebus atau untuk kuah baksonya. Tinggal tambahin garam, merica bubuk, dan daun sledri. Udah gitu aja. 
Read More

Wednesday 3 September 2014

Es Krim Pondan

Hayo siapa yang anaknya ga suka es krim? Kalo Edsel sih bukan suka lagi, tapi sukaaaa bangettt. Dan karena si Ed memang seneng nungguin ibunya di dapur, makanya saya pingin ngajakin dia bikin es krim. Bagian tuang-menuang itu yang bikin dia girang.

Berhubung saya belum nemu cara bikin es krim home made yang gampang dan ga ribet, saya beli bahan bubuk es krim aja : Pondan Magic Ice Cream. Ya maaf Nak, bukan Ibuk ga tlaten, tapi beneran deh bikin es krim yang 100 % home made itu memang bener-bener susyee. Ini aja udah lumayan kan, kamu seneng bisa bikin es krim sendiri, dan toh susunya juga asli kan. Udah bagus itu #lagi-lagi pembenaran.

Kalo menurut petunjuk di bungkusnya, bubuk es krimnya itu tinggal dicampur dengan air es trus dikocok, lalu bekukan. Jadi deh. Cuma kalo untuk Edsel sengaja saya ganti air esnya itu dengan susu UHT dingin, trus saya tambahin dengan coklat pasta beku. Choki-choki saya bekukan di freezer trus dipotong-potong. Bisa juga pake coklat batangan atau apa aja yang lain. Kebetulan saya punyanya choki-choki, jadi pake itu. Kalo ditambahin potongan buah lebih sehat dan syedep lagi. Dan ini nih hasilnya :



Pe-er saya selanjutnya bikin es krim yang bener-bener home made. Tapi ga tahu kapan,  hehehe.... Googling dulu deh.
Read More

Tuesday 2 September 2014

Pepes Ikan

Ikan lagi nih... Sekarang gantian dipepes.

Sebenarnya saya sukaaaa banget pepes, selain karena menurut saya lebih nikmat, juga lebih sehat sehingga ga merasa bersalah waktu menyantapnya. Tapi ya itu, Ayah ga suka dibikin aneh-aneh. Kalo ikan maunya digoreng aja. Tapi boleh dong sekali-kali kita kaum wanita egosi dikit, masak sesuai dengan selera kita sendiri. Hehehe...

Pepes Ikan
Bahan :
  • 1 ekor ikan (1/2), dibersihkan utuh. (Bisa pakai ikan apa aja baik tawar maupun laut. Saya juga  cuma seadanya. Kebetulan ini yang saya punya ikan bandeng laut)
  • 100 gr tomat diiris-iris kecil
  • 50 gr cabe hijau atau cabe rawit dipotong kecil
Bumbu yang dihaluskan : 
  • 1 ruas jari kunyit
  • 1 ruas jari laos
  • 1 btg sereh
  • 5 butir bawang merah
  • 3 siung bawang putih
  • 5 butir kemiri
  • 1 sdm garam
Cara membuat :

  • Campur bumbu yang telah dihaluskan dengan ikan, tomat, irisan cabe. Biarkan selama kurleb 10 menit supaya bumbu meresap.
  • Bungkus ikan dan bumbu dengan daun pisang, kukus hingga matang selama kurleb 1 jam, angkat.
  • Panggang di atas bara api ketika akan menghidangkan supaya wangi.
  • Hidangkan.

Saya ga tahu apa karena masakan saya yang enak, atau karena ikan jenis ini emang enak, atau karena sebab musabab lain, tapi Edsel doyaaann banget dengan pepes ini. Padahal sebagaimana layaknya sang Ayah, he doesn't like pepes, tidak sama sekali. 

Bodo ah, yang penting masakan saya dimakan. Habis perkara.
Read More

Pelajaran Dari Usamah

Hari Kamis ketika mengantar si Ed TPA di masjid, saya dimintai tolong untuk membuat sebuah cerita karena hari Minggunya mau ada lomba FASI (Festival Anak Islami) tingkat kecamatan yang salah satu kategori lombanya adalah cerita anak Islami. Dan cerita itu harus selesai hari Jumat karena mau dipake latihan anak yang ikut lomba, berarti waktu saya cuma 1 malam untuk membuat cerita itu. Saya yang ketika itu dimintai tolong oleh Ustadnya cuma iya-iya aja, padahal saya udah lamaaaa banget ga nulis cerita. Yo wis saya anggap tantangan aja deh. Saya juga pingin tahu sedangkal apa semangat menulis saya, dan sejelek apa tanggapan orang lain membaca tulisan saya.

Waduh belum sampai dapat setengah cerita, si Ed udah kumat kolokannya minta ditemenin main. Ya maklum deh, saya biasanya pegang kerjaan setelah dia tidur. Jadilah sisa cerita saya selesain di kantor. Ha ha ha.. Dan karena bikinnya di kantor jadi ga bisa maksimal deh nelurin ide-ide. Ceileh ayam kali nelurin...

So, dengan segala keterbatasan ini lah cerita itu. Tapi lumayan juga sih, tadi dapat berita kalo lomba kategori ini dapat juara satu. Alhamdulillah... Mungkin anaknya yang hebat, bukan ceritanya.
(Ini saya copy paste aja dari Word karena males ngetik ulang dan karna belum nemu cara selain itu)


PELAJARAN DARI USAMAH
By : Rahmawati
“Arang! Arang! Arang!”
Uh Usamah sebal sekali dengan julukan itu. Apalagi jika di sekolah ada pelajaran yang kebetulan memuat kata ‘arang’, semua teman pasti langsung tertawa dan menoleh padanya.  Seolah-olah kulit hitamnya ini adalah hiburan gratis yang menyenangkan untuk teman-temannya. Menjadi bahan ejekan sehari-hari, lelucon rutin di setiap berkumpul.

Kalau boleh memilih tentu dia tidak mau lahir dengan kulit hitam legam seperti ini. Dia ingin kulitnya langsat seperti Wibi, atau setidaknya coklat sawo matang seperti Haidar. Tapi dia? Hitam, benar-benar hitam. Memang tidak sehitam kulit orang Afrika yang seperti dia lihat di TV, tapi tetap saja di antara teman-temannya dialah yang berkulit paling gelap.

“Ah, Allah memang tidak adil” gerutu Usamah. “Kalau Allah sayang aku, harusnya aku tidak diberi kulit seperti ini sehingga teman-teman tidak terus-menerus mengejekku”.

“Usamah, kamu harus bersyukur. Kamu terlahir dengan anggota badan yang lengkap dan sehat. Lihat deh, banyak orang lain di luar sana yang tidak punya tangan, tidak punya kaki, tidak bisa mendengar, tidak bisa bicara. Warna kulit kamu tidak ada apa-apanya dibanding penderitaan mereka.” Itu yang selalu dinasihatkan Ibu kepadanya. Ahhhh…tidak ada apa-apa bagaimana?? Mudah saja Ibu bilang begitu karena bukan Ibu yang sering diolok-olok. Apalagi jika diperhatikan warna kulit arangnya ini mungkin warisan dari Ibu. Lihat saja, Ayahnya berkulit sawo matang bersih. Nah Ibunya lah yang punya kulit sama seperti dirinya. Uh, Usamah makin sebal. “Semua ini gara-gara Ibu…,” gerutu Usamah lagi.

Usamah sebenarnya anak yang cerdas. Ia juga pandai bergaul. Tapi karena terlalu sering jadi bahan ejekan teman-temannya ia jadi mudah tersinggung dan malas untuk lama-lama bermain dengan mereka. Sebenarnya bukan ia saja yang punya kekurangan, ada juga anak lain yang gendut atau berhidung pesek yang sebenarnya bisa saja ganti dia balas mengolok mereka. Tapi Usamah tidak tega, rasanya tidak manusiawi sekali kekurangan fisik dijadikan bahan lelucon, maka ia diam saja dan hanya menggerutu dalam hati. Jika jam istirahat tiba, ia lebih senang ke perpustakaan. Di perpustakaan tidak ada yang berani mengejeknya karena di tempat itu dilarang ada kegaduhan. Anak-anak yang ke situ pun hanya datang untuk membaca atau meminjam buku. Tidak ada yang mau tahu urusan anak lain atau datang untuk bercanda-canda.

Hari ini ketika jam istirahat tiba, Usamah datang ke perpustakaan seperti biasa. Dia menemukan sebuah buku lusuh di tumpukan buku-buku lama yang jarang dibaca. Buku itu terlihat sangat tua sekali, bahkan sampul depannya sudah lepas entah kemana. USAMAH MENCARI SYAHID itu judul yang tertera di sampul lembar keduanya. Fisik bukunya tentu saja tidak menarik untuk dibuka, tapi ia penasaran dengan judul buku itu. Usamah? Selama ini ia hanya pernah mendengar cerita dari Ayahnya bahwa Usamah adalah sahabat Nabi dan panglima perang yang pemberani, maka Ayahnya menamai ia seperti itu agar ia juga mempunyai sifat tidak kenal takut dalam hal yang benar. Ia tidak pernah tertarik mendengar cerita Ayahnya itu. Boleh saja nama sama, tapi seorang panglima perang tentu sosok yang gagah, keren, dan tentu saja tidak hitam legam seperti dirinya. Harapan Ayahnya agar ia seperti Usamah sang panglima seperti olok-olok versi lain untuk dirinya.

Usamah dilahirkan di kota Mekah. Ibunya mengandung dirinya karena perbuatan jahat sekelompok laki-laki hitam yang sedang mabuk.  Ia meninggal ketika berjuang melahirkan Usamah ke dunia ini. Hanya diasuh oleh kakeknya yang tua renta, Usamah dititipkan dari satu teman ke teman lain kakeknya hingga sang kakek meninggal.
Ketika masih kanak-kanak Usamah sering mendapat cemoohan dan dijauhi teman-temannya karena dianggap anak pembawa malapetaka. Dalam pengasuhan Babur, sahabat baik kakeknyalah Usamah pertama kali mendapat keahlian berperang. Babur pula yang mengajarinya tentang akhlak. Babur mengajarkan apa yang diterimanya dari Rasulullah sehingga Usamah tumbuh menjadi pemuda yang mahir berperang, berani, dan juga sopan santun.

Di kota Mekah orang-orang yang sudah masuk Islam sering mendapatkan penyiksaan dari orang-orang musyrik. Lebih-lebih Rasulullah sendiri, beliau diancam akan dibunuh. Untuk menyelamatkan diri para pengikutnya, Rasulullah memerintahkan agar mereka hijrah ke Madinah. Setelah mendengar perintah itu, maka berbondong-bondonglah para pengikut Rasul pindah ke Madinah, termasuk juga Usamah dan Ummu Salma. Sepeninggal Babur, Usamah hanya tinggal berdua dengan Ummu Salma, istri kakek Babur yang sudah tua renta. Dalam perjalanan hijrah ke Madinah itu pun, Ummu Salma juga menghembuskan nafas terakhir.

Perang pertama yang diikuti Usamah adalah perang Badar. Meski  dalam usia yang masih sangat muda, Usamah tidak gentar menghadapi lawan. Bahkan dalam perang itu dia yang memojokkan Abu Jahal sehingga bisa dibunuh oleh Hamzah. Saat itu Usamah dengan buas membantai musuh-musuhnya, tidak ada seorang pun yang mampu menahan ayunan pedangnya.

Ketika usia Usamah sudah dewasa dan sudah waktunya bagi dia untuk berkeluarga Rasulullah yang mencarikan jodoh untuknya, yaitu putri Abdurahman bin Auf salah seorang sahabat nabi yang kaya.  Rasul pula yang mencarikan biaya untuk keperluan perkawinan Usamah dari sedekah para sahabat yang kaya. Usamah yang miskin, berwajah hitam dan jelek akan menikah dengan seorang putri saudagar kaya yang cantik dan saleh.

Menjelang hari pernikahannya, Usamah ke pasar hendak membeli baju baru dan berbelanja keperluan pernikahan. Memasuki pintu pasar, orang-orang ribut dengan adanya berita perang yang disampaikan dari mulut ke mulut. Mendengar berita itu jiwa kepahlawanan Usamah berkobar kembali. Usamah bertekad untuk ikut membela nabi dan rela membatalkan perkawinannya yang sudah di ambang pintu. Karena itu, uang yang semula akan dibelanjakan untuk membeli keperluan perkawinannya, sekarang malah dia belanjakan untuk alat-alat perang.

Rasulullah tersenyum mendengar berita dari Ali bin Abi Thalib bahwa Usamah membatalkan perkawinannya. Beliau sangat memuji kekuatan iman Usamah serta kesetiaannya kepada perjuangan. Bahkan Rasul menunjuk dia sebagai pimpinan pasukan berkuda pada peperangan di Kota Khaibar itu.

Setelah agama Islam berkembang pesat di Madinah, maka Rasulullah melakukan penaklukan terhadap kota Mekah. Dengan dikuasainya kota itu, maka tentara Islam menjadi semakin kuat karena banyak Quraisy yang masuk Islam dan menjadi tentara Islam.

Tetapi ancaman terhadap kaum muslimin sebenarnya masih sangat banyak, di antaranya ancaman dari bangsa Romawi yang pada saat itu sedang menguasai kota Syam. Untuk mempertahankan keamanan kaum muslimin dari gangguan tentara Romawi, maka Rasulullah membentuk pasukan untuk mengusir tentara Romawi dari kota Syam. Pasukan itu dilengkapi dengan persenjataan yang lengkap di bawah pimpinan Usamah.

Ketika pasukan Usamah tiba di tapal batas, mereka dipergoki mata-mata musuh. Orang itu ditawan dan dihadapkan kepada Usamah untuk diperiksa.
“Bagus, laksanakan tugasmu sebaik-baiknya. Sekarang silakan kamu kembali. Katakan kepada pemimpinmu tentang kami!” kata Usamah. “Maafkanlah tentara kami yang telah berbuat kasar kepadamu.”

Mata-mata itu itu tidak segera pergi. Tampaknya ia kebingungan. Ia merasa kagum dengan perlakuan panglima Islam yang begitu baik terhadap musuh. Maka akhirnya Elichis, si mata-mata Romawi itu, bergabung dengan pasukan muslim karena luluh dengan kebaikan hati Usamah dan pasukannya.

Kesempatan beberapa saat beristirahat di tempat itu dipergunakan oleh Usamah dan pasukannya untuk mengatur taktik penyerangan. Usamah adalah panglima yang telah memiliki banyak pengalaman sehingga ia dapat mengatur taktik yang baik.

Terjadilah pertempuran hebat antara kedua belah pihak. Tentara Romawi terkejut karena tidak mengira bahwa tentara Islam begitu berani dan kuat walaupun jumlahnya sedikit. Panglima Usamah terus mendorong semangat pasukannya untuk menang. Dia sendiri bukan hanya memberikan komando, tetapi terjun langsung di tengah-tengah medan pertempuran. Dia mengamuk membabi-buta bagaikan harimau lapar menerkam setiap musuh yang menghampirinya.

Kegigihan tentara Islam ternyata tidak sia-sia. Gempuran-gempuran mereka yang terus menerus membuat tentara Romawi kehabisan tenaga. Bahkan tentara Romawi menjadi panik ketika komandan mereka tewas terkena tombak yang dilemparkan Usamah. Setelah itu tiba-tiba Usamah mengeluh sakit kepala dan pingsan. Sampai malam harinya Usamah belum juga sadar. Ketika pertempuran berkecamuk semangat juangnya sangat tinggi sehingga konsentrasinya selalu tertuju kepada kemenangan, ia tidak merasakan dirinya sakit atau lelah, tetapi setelah perjuangan usai dengan berhasil memperoleh kemenangan barulah ia merasa tubuhnya lemas.

Ketika dibawa pulang ke Madinah, dalam perjalanan ia menghembuskan nafas terakhir. Setelah diumumkan, maka berkumpullah kaum muslimin menyambut kedatangannya. Mereka semua menaruh hormat yang sangat tinggi terhadap kepahlawanan Usamah.

“Kalau ada pahlawan yang menghabiskan umurnya untuk berjuang, maka Usamahlah orangnya. Dia telah berbuat banyak untuk agama bahkan untuk kita semua. Sampai-sampai di akhir hayatnya ini pun dia telah meninggalkan jasa yang sangat besar untuk kita sekalian,” kata Khalifah Abu Bakar.

Usamah telah wafat setelah mengukir jasa besar dalam sejarah, yaitu membebaskan perbatasan Syam dari tentara Romawi. Kepergiannya diiringi rasa haru dan cucuran air mata yang membasahi ribuan telapak tangan yang menengadah sambil mengamini doa.

Usamah tertegun membaca buku itu. Ayahnya ternyata punya doa yang luar biasa telah memberinya nama Usamah. Usamah sang sahabat nabi mengalami derita kanak-kanak yang lebih berat dari dirinya. Dicemooh, dihina, dijauhi teman-temannya, bahkan hidup tanpa orang tua di sampingnya. Dia menjadi malu telah mempertanyakan keadilan Allah karena memberinya kulit yang hitam. Usamah sang panglima perang pasukan muslim yang hebat juga berkulit hitam legam, bahkan punya wajah yang tidak tampan. Tapi itu semua tidak menjadikan ia surut dari prestasi. Ia tidak minder dan punya semangat untuk terus berjuang. Bahkan Rasul Allah sendiri memuji kehebatan Usamah. Seluruh umat muslim juga menaruh hormat dan kagum padanya. Semua itu bukan karena fisiknya yang rupawan, tapi karena akhlak dan keberanian Usamah.
****
Read More

Saya Kemana?

Banyak sahabat-sahabat saya yang bertanya, ada apa kok saya tidak pernah nongol di media sosial? Iya, saya sekarang memang tidak pernah buka Facebook, Twitter, dan lama tidak update blog lagi. Saya memang bak hilang ditelan bumi. Saya bahkan jarang online, bahkan hanya untuk sekedar untuk baca berita. 

Saya tidak kenapa-napa, baik-baik saja. Saya juga tidak pergi kemana-mana. Saya cuma lagi banyak kerjaan aja, dan sedang ada satu 'proyek' yang menguras energi dan pikiran. Banyak tulisan saya yang tidak selesai, dan akhirnya tidak jadi ter-upload. Mangkrak saja di list post hanya sebagai draft. Ditambah dengan Edsel yang sekarang tambah naik kelas ruwetnya. Kalo mood-nya lagi ga bagus gampang teriak, rewel, dan nangis sejadi-jadinya. Kalo maunya ga diturutin, gampang marah. 

Iya gitu deh, jadi sekarang ini lagi masanya banyak kerjaan di kantor + ngurusin 'proyek' yang ga tahu kapan selesainya + melapangkan hati dan pikiran untuk mengasuh anak balita yang lagi beranjak gede (cie..gede...), dan memutar akal untuk selalu menyajikan makanan yang bisa dilahap Ed dengan sehat tapi enak. Jadi jika memang tidak pernah nongol di dunia maya itu karena dunia nyata saya sudah habis menghisap waktu dan pikiran saya. Terdengar lebay sih, tapi beneran itu semua memang membuat saya malas nengokin media sosial.

Udah ah udah, saya mau kembali ke dunia nyata yang menunggu untuk diurusin. See u...
Read More
Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

© 2011 Everything is Beautiful, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena