cinta kami ada dalam secangkir kopi, sepotong coklat, dan di blog ini..

Monday 25 September 2017

3 Keinginan

Saya suka iseng bikin 3 daftar keinginan duniawi yang bisa saya wujudkan dalam waktu dekat. Memang ga selalu bisa terwujud semua sih, bahkan kadang tak ada satu pun yang terwujud. Bhahaha... Tapi, minimal saya jadi punya 'pagar pembatas' untuk fokus membeli atau bikin yang ada dalam list itu, bukan ngelantur ke hal-hal di luar daftar.

Bulan ini saya punya 3 keinginan yang agak tidak sederhana.

1. Jaket Ako

Ya ampuuun jaket ini sudah lama masuk dalam list keinginan saya nun entah kapan tahu. Tapi belum juga saya wujudkan karena harganya yang mehong di kantong saya. Selain itu jaket yang lama masih baguuus, muluuuus, hadiah dari Abangda Dedy *haelah jadi ikut-ikutan pake bahasa Muzammil Hasballah-Sonia Ristanti. 

Seminggu yang lalu jaket hadiah itu sudah RESMI rusak, tak bisa dipakai lagi!. Eng ing eenggg... Oh inikah waktunya untuk membeli jaket Ako?? 😰

Jaket Ako warna magenta terlihat manis.
Nah Ako yang ini terlihat unik


2. Novel Murder on The Orient Express karangan Agatha Christie

Tetiba saya rindu kejeniusan  Agatha Christie meramu alur cerita misteri pembunuhan setelah sekian lama hanya melulu nguber Sherlock Holmes-nya Sir Arthur Conan Doyle yang cool itu. Dan meski sejak dulu saya penggemar buku-buku Agatha Christie, tapi memang belum ada satu pun buku dia yang saya punya. Dulu hanya modal pinjem di perpustakaan doang.😃. So....bolehlah kali ini saya memanjakan diri dengan memasukkan buku ini dalam daftar keinginan. Terlebih kalau bisa punya yang seri bundel. Haappp, macam ketiban durian runtuh.

Gambar diambil dari id.carousell.com


3. Pergola tanaman rambat

Dilatarbelakangi oleh jendela sisi barat rumah yang terbuat dari kaca_yang jika di siang dan sore yang terik, ruangan dengan jendela itu akan terasa panas dan silau tanpa ampun_maka saya pun mendamba punya pergola yang ditumbuhi tanaman rambat yang rimbun. Aihh.... cantik sejuk di mata nian andai itu terwujud. Dan pastinya panas dan silaunya jadi jauh berkurang.

Jangan su'udzon ya, ini bukan rumah saya.😁. (Tapi tolong doakan agar rumah saya bisa seperti ini. aamiin)

Jangan curiga lagi, ini juga bukan rumah saya. Hahaha... Tapi bolehlah ya jadi rumah saya 😊

Yeah, meskipun di antara 2 keinginan yang lain, keinginan yang terakhir ini yang paling sulit terwujud, tapi tetep harus saya masukkan nih dalam daftar. Itung-itung doa, dan biar makin semangat mewujudkan. Sulitnya yaitu ada pada ketersediaan sisa lahan. Sisa lahan sebelah barat bangunan hanya tinggal kurleb 0,5 meter. Gila kan men mau nanem dengan lebar cuma segitu. Ke timur mentok dinding rumah, ke barat nyenggol pekarangan orang. Sebenarnya bisa sih ditanam di pot, tapi pertumbuhan kurang bagus, mau sampai kapan bisa tumbuh sampai atas agar menaungi jendela?? Atau opsi lain, perkerasan di sisa lahan itu dihancurleburkan trus tanam tumbuhan rambat tak berkayu. Tapi apa kabar dengan selokan yang ada di situ?? Hiks.

Kesulitan lain, bikin pergolanya mahal yak? Arrghhh.   End.


Jadi sesungguhnya apa niat di balik tulisan ga penting ini? Tulisan ini adalah pengalihan isu atas apa yang sebenarnya ingin saya tulis, tapi kayaknya topiknya berat. Ouch... Makin nulis kok makin ga karuan isinya, menyinggung pihak sana pihak sini. Maka mari mendinginkan pikiran dengan menulis yang ringan-ringan saja. Siapa tahu ada yang lagi nyari kado buat ulang tahun saya bulan depan, maka mari melihat daftar di atas. Hahaha... #losehat?






Read More

Thursday 7 September 2017

Panci Presto Kesayangan


Barangkali satu-satunya hal yang membuat saya tidak  malas mengolah dedagingan adalah karena di dunia ini telah ditemukan alat bernama panci presto. Bagaimana tidak, bagi saya, panci bertekanan tinggi ini adalah pahlawan dalam kondisi tertekan membayangkan betapa lama dan betapa boros gas yang harus saya habiskan untuk mengempukkan daging.#emakemakirit

Panci presto yang saya punyai ini, saya beli kurang lebih 7 tahun yang lalu. Masih bertahan hingga sekarang, dan masih tetap jadi andalan saat masak daging-dagingan semisal daging sapi dan daging ayam kampung yang kadang alotnya na'udzubillah. Ga cuma dedagingan aja sih si panci ini saya panggil, tapi saat harus mengolah kacang ijo yang juga butuh waktu lama untuk empuk jika dimasak dengan panci biasa.

Meski masih bertahan hingga bertahun-tahun, jangan membayangkan panci ini adalah panci mahal bermerk yang bikin suami mual-mual saat melihat struk harganya. Ini murah sajah! Saya lupa sih harga tepatnya, tapi seingat saya panci ini saya beli sekitaran harga 250 ribuan. Murah yang amat sangat untuk sebuah panci presto berukuran medium. Tapi masuk akal juga sih kalo murah, lha wong merknya aja ga ada yang kenal. Hanya seperti merk KW KW-an atau barang buatan Cina. Tapi jangan tanya hasil kerjanya deh, memuaskaaaan (minimal begitulah pengalaman saya selama 7 tahun ini).

Untuk daging sapi hanya butuh waktu 20 menit untuk bener-bener empuuuuk. Daging ayam 15 menit. Kalo ayamnya ayam kampung yang super alot, tambahin dikit deh waktunya, dikira-kira aja. Kacang ijo 10 menit aja.

Tapi untuk bandeng presto, saya ga bisa kasih testimoni nih, soalnya belum pernah bikin, takut gagal. Hahaha. Kalo gagal, ga kebayang bandeng-bandeng itu masih penuh dengan duri-duri halus, ahh gimana makannya. Waktu-waktu yang saya sebutkan di atas dihitung sejak panci berbunyi "ngiiiiiiiing", seperti suara air mendidih dalam cerek, ya.

Cara memasak dengan panci ini sederhana banget. Cukup masukkan bahan-bahan yang akan diolah ke dalam panci bersama air hingga bahannya terendam. Untuk daging-dagingan terkadang saya masukkan bumbu-bumbunya sekalian ke dalam panci. Atau bisa juga cukup direbus dagingnya saja, bumbu belakangan setelah daging selesai dipresto. Tergantung mau dimasak apa sih.

Untuk bikin bubur kacang ijo, setelah kacang selesai dipresto, pindahkan ke panci lain bersama sisa air dalam panci presto. Tambahkan air secukupnya. Masukkan daun pandan dan gula jawa. Tunggu sampe mendidih yang palingan cuma bentar aja. Udah gitu aja, sederhana dan cepet banget.

Mungkin cara saya ini bertentangan dengan prinsip slowcook, mungkin juga rasanya tidak selezat jika dimasak dengan cara biasa karena waktu peresapan bumbu yang hanya sebentar. Tapi saya ini nyari cepet dan praktisnya saja biar tidak terlalu lama berkubang di dapur. Pan anak saya masih butuh kehadiran saya Mpok, bukan cuma butuh kenyang aja.😁




Read More

Wednesday 6 September 2017

Utang Pada Negeri


Membaca tulisan Frans Pati Herin di harian Kompas pada edisi Sabtu, 2 September 2017 berjudul Ke Pelosok Demi Membayar 'Utang', sungguh membuat saya mau tidak mau melongok kembali fakta di sana-sini tentang cerita anak negeri era dewasa ini.

Ke Pelosok Demi Membayar Utang adalah berita tentang anak-anak muda berusia 20-an yang meninggalkan kenyamanannya di rumah untuk mengabdi dan mengajar di daerah terpencil dan perbatasan. Bukan, bukan daerah terpencil di Pulau Jawa yang seterpencil-pencilnya masih bisa dijangkau dengan transportasi darat yang lumayan, tapi ke pelosok nun di pulau-pulau yang saya saja megap-megap membayangkannya. Untuk bisa mencapai ke daerah itu bisa berganti armada hingga 5-6 kali dengan pergantian moda ransportasi yang komplit : bis, pesawat udara, perahu, ojek, perahu cepat, jalan kaki! Jangan tanya soal biaya yang dibutuhkan untuk ke sana, bisa mencapai jutaan rupiah. Jangan tanya pula tentang waktu perjalanan dan rasa lelahnya. Pun jangan tanya tentang mahalnya harga barang-barang di sana dan kondisi sederhana yang mereka jalani karena uang saku dari pemerintah daerah yang jauh di bawah kebutuhan.

Jadi apa? Apa yang mereka cari dengan semua kegilaan itu? Mereka bukan PNS yang sudah diberi jaminan gaji oleh negara. Mereka tidak dipaksa oleh entitas apa pun untuk melakukan semua itu.

"Hampir sebagian besar biaya pendidikan saya adalah beasiswa. Itu saya anggap sebagai utang dan mengabdi ke pelosok adalah cara saya membayar 'utang' itu kepada negara," kata Atina.

Utang. Membaca sepenggal jawaban dari Atina Handayani (28) lulusan Sastra Perancis Universitas Gadjah Mada yang berasal di Yogyakarta sontak membuat saya malu. Selanjutnya menggigil, mencari-cari apa yang sudah saya baktikan demi utang yang juga saya punyai untuk negeri ini?

Sejak SD sampai SMA saya juga sering mendapat beasiswa. Kuliah pun tak sepeser saya keluar uang. Lalu sampai di mana 'pembayaran utang' saya? Dengan pengabdian saya yang hanya dimulai dari pukul 07.30 sampai dengan 15.30? Dengan jaminan setiap bulan mendapat gaji yang lebih dari cukup untuk saya syukuri? Kemudian tidak bisa tidak, saya mulai usil membandingkan dengan keadaan di sana sini sebagian kecil dari kita yang mendapat keberuntungan beasiswa pendidikan ditambah keberuntungan langsung ditempatkan sebagai PNS, namun kemudian ongkang-ongkang kaki tanpa loyalitas memadai. Apa kabar mereka? Berapa utang mereka pada negeri? Berapa ongkos mereka untuk berbakti? 

Ahh, ujungnya-ujungnya saya hanya jadi tukang teriak-teriak saja di blog. Betapa makin menumpuknya utang yang tidak saya tunaikan.
 
Read More

Sunday 27 August 2017

Lawakan Tak Lucu

Percaya atau tidak, terkadang habitat pergaulan adalah suatu rimba raya yang kejam. Sebuah habitat, di mana banyak orang berinteraksi di dalamnya dengan berbagai tipe dan watak personal yang terkadang abai dengan sisi sensitif seseorang.



Ada beberapa tipe teman yang doyaaan sekali becanda. Iya, lucu memang. Begitu dia membuka sesi guyonannya, dapat dipastikan semua orang akan tertawa. Teman begini memang paling asik. Dia dapat mencairkan segala jenis kebekuan dan ketegangan. Asiknya lagi, dia tipe pelawak stand up comedy, jadi yang dia jadikan bahan becandaan adalah kekonyolannya sendiri atau bisa juga pinter otak-atik kalimat sehingga hal yang biasa-biasa aja jadi unpredictable. Tipe ginian mirip Cak Lontong, lucu tanpa menyinggung perasaan orang lain.

Etapi ada tipe pelawak yang lain. Melucu dengan menjadikan kekurangan, aib, atau keburukan orang lain sebagai bahan lawakan. Lucu? Tentu. Semua terbahak karena entah mengapa aib orang adalah sesuatu yang gurih untuk dicandakan. 
Ada yang marah? Ada. 
Ada yang tersinggung? Banyak
Hanya saja mereka masih menahan diri untuk tidak mengeluarkan emosinya. Why?? Karena ga ada gunanya. Ngadepin orang ginian sekali kita meledak-ledak marah, dianya malah ketawa seolah-olah kita ga bisa diajak becanda. Nah lho. Padahal selalu ada batas di mana suatu hal itu pantas dijadikan bahan becandaan atau tidak boleh disentuh sama sekali. Itulah gunanya empati. Dan menurut saya itu adalah salah satu etika.

Sudahkah teman dengan gaya lawakan seperti ini menengok sisi hati yang lain? Sisi hati yang barangkali hanya diam saja, memendam rasa sakit hati dengan berpura-pura tersenyum? Pernah? 

Sungguh saya terkadang takut jika saya adalah salah satu di antaranya. Takut jika tanpa sengaja telah menyinggung perasaan orang lain meski hanya sekedar bercanda. Saya takut ada hati yang diam-diam terluka. Saya ngeri ada hati yang diam-diam berdoa atas sakit hati yang telah dia rasakan.

Duuhh....ingatkan saya untuk berhati-hati selalu ya Allah.


Read More

Monday 12 June 2017

7 Tahun Kita

By : Dedy PDY

Pernikahan, kata yang tidak asing bagi kita-kita yang sudah menikah (hahaaa... Yaiyalaaaah...), bahkan bagi mereka-mereka yang belum menikah. Dan kalau mereka-mereka sepertinya mendengarnya gimana gitu... Ini katanya "sakral", tahu sakral? "sangat keramat dan langgeng" itu istilah saya sendiri. Tapi meskipun begitu lihat kehidupan lingkungan sekitar kita, banyak kawin cerai, wuihhh ngeri, bray. Naudzubillahi mindzalik.

Dulu waktu masih pacaran sampai manten anyar, hemmm jalan bareng gandengan tangan, dikit-dikit lap keringet pasangan, ceileeh... Begitu keingetnya... Masa itu udah jadi recount, tapi recount yang kadang lupa kadang inget. Gak tahu ini sel otak kadang muncul memorinya kadang enggak. haduhhh...

Sekarang usia nikah udah 7 tahun, bocah udah 2, laki semua... Yang kakak umur 6, adiknya 2. Semua sangat aktif dan berisik. Tapi saya yang lebih temperamen, bisa adem karena si ibuk yang lebih berpikir tenang, meskipun kadang udah terlanjur nyemprot... Hihiii.

Suatu hari si ibuk ngasih nasehat ke saya, "Jadilah orang yang punya mimpi dan keinginan tinggi!". Saya gak punya mimpi, saya gak punya keinginan tinggi. Mimpi dan keinginan udah saya serahkan kepada Allah SWT. Udah yang penting... Nih anak2 pada bener kelakuannya. Cuman saya keselnya mereka kadang pada dimanjain, mentang-mentang kita-kita masih numpang. Ya sutra lah... Sabar... Pelan-pelan kasih contoh aja sama tuh bocah 2.

Saya kadang minder juga, masalahnya sebagai kepala keluarga gak bisa kasih nafkah yang sesuai (tahu ndiri, cuman guru yayasan... Dapat cemban aja udah seneng. Tapi tetep disyukurin). Tapi rizkinya itu (saya mikirnya gitu), mau gimana lagi. Ini masalah finansial... Saya banyak kurangnya disini. Saya inget Cak Lontong bilang bahwa dalam menghadapi masalah beban ekonomi keluarga, kuncinya adalah pasrah, maksudnya pasrahkan istri dan anak-anak ke mertua, Hahaaa... Jadinya beban perekonomian berkurang.

Saya orangnya gak terlalu banyak mikir, capek, momong bocah aja udah capek. Tapi itu energi lain untuk melakukan hal-hal lain juga. Kita harus bangga dengan keluarga kita, orang kita yang membangun, kita yang mempondasi, kita yang memberi atap, kita juga yang mengisi dengan hal-hal yang baik. Untung si ibuk orangnya kecil, jadi kita mau beli perabotan banyak gak masalah. Coba kalo punya istri gemuk, ih pasti gak banyak beli perabotan, soalnya rumah udah berasa penuh. Hihiii...

Kami cuma mau minta doa, supaya pernikahan kami terus lanjut sampai ntar dapet cucu, cicit. Cuman bagaimana mempertahankannya. Caranya? Jangan kebanyakan mikir! Lanjut aja... Ntar ada badai, ya udah laluin aja... Masih percaya Allah SWT? Dia yang memberi cobaan, Dia juga yang membri solusi. Istiqomah...
Read More

Sunday 11 June 2017

7 Tahun Kita ~ H-1

Jadi atas nama apa pernikahan diadili? 
Apakah atas nama postingan teman di medsos yang terlihat begitu harmonis?
Apakah atas nama ibu-ibu lain yang sharing foto-foto liburan romantis dengan suami?
Apakah atas nama sahabat kita yang update dengan begitu tlaten aktvitasnya setiap waktu atas nama sebagai istri?

Atau jangan-jangan kita saja yang 'gede rasa' seolah-olah mereka pamer untuk mem-bully keseharian kita yang biasa-biasa saja?

Bukankah tak ada tuntutan bahwa kekinian adalah sesuatu yang seragam? Pun tak ada yang salah dengan segala rupa-rupa status mereka. Memangnya kita siapa sampai harus merasa terintimidasi dan kemudian harus menyaingi? 

==

Jadi, jika kau bertanya apa hubungannya tulisan di atas dengan 7 Tahun Kita? Seungguhnya saya tidak tahu persis, karena saya sedang terburu-buru untuk segera tidur sehingga tidak bisa menulis panjang lebar. Besok adalah hari Senin, selain itu anak-anak sudah tidur sejak jam 5 sore, maka bisa dipastikan besok mereka akan bangun sebelum sahur.

Kebersamaan kami hari ini adalah kebersamaan 7 tahun kurang 1 hari.

Foto ini mulai menghuni dompetku pada Juni 2010, tapi sejak setahun yang lalu aku memutuskan untuk mneghilangkannya dari dompet. Maafkan aku.😢  Aku terpaksa melakukannya =======> karena space foto pada dompetku rusak. Akan aku pasang lagi asal kamu membelikanku dompet baru 😜


Bajuku itu-itu melulu. Hehe... Tapi keren yak, meskipun ga modis tapi tempat nongkrong terromantis kami adalah toko buku. Hunting buku sambil pegangan tangan. Weeks.😃

Read More

Saturday 10 June 2017

7 Tahun Kita ~ H-2

Kau tahu, terkadang pernikahan itu mirip sayur bening dengan garam pas-pasan. Bumbunya cuma bawang merah dan bawang putih sekedarnya, maka tanpa rasa garam yang mumpuni ia serasa air leding dengan bayam dan wortel.

7 Tahun. Kau kira kami berhaha hihi melulu? Kau kira kami hanya melanglang ke sana kemari tanpa memikirkan gaji? Kau kira kami hanya menebar senyum sana-sini? Betul kami tak pernah bertengkar, betul kami tak pernah adu nada tinggi, betul kami selalu menggenggam tangan setiap kesana kesini. Tapi kami pernah saling memendam emosi, melambungkan amarah dengan pergi tanpa permisi. 

Dan perkara analogi sayur bening tadi, sungguh memang pernah. 

Ada suatu episode kami, di mana saya merasa bosan. Saya merasa jenuh sejenuh-jenuhnya. Tak ada lagi momentum jatuh cinta. Sampai kemudian ada di antara kami yang mengalah menurunkan ego dengan menciptakan momentum itu, bukan menunggunya. Toh, mustahil bukan untuk ditunggu? Kami sudah terbiasa dengan kehadiran kami masing-masing, kami terbiasa dengan perasaan memiliki. Jadi, menunggu momentum itu tak ubahnya dengan menunggu lebaran kuda yang pernah diguraukan SBY : tak mungkin datang.

Sama halnya dengan kebahagiaan. Ia bukan sejenis gaji ke-15 yang bisa ditunggu. Ia bukan juga semacam tuntutan kepada pasangan seperti: "tolong bahagiakan aku" atau "kamu harusnya begini, harus begitu, biar aku bahagia". Lhah, bukannya bahagia itu kita sendiri yang ciptakan? Menuntut pasangan harus begini begitu biar kita bahagia, mau sampai kapaaan? Ga capek menuntut? Wong suami saya itu ketemu saya sudah berumur 26 tahun. Kita ini baru dia bersamai kemarin sore, ujug-ujug kok minta dia berubah? 

Jadi, sayur beningnya saya tambahi garam dengan takaran yang pas dulu. Saya kasih bawang goreng biar makin gurih alami. Saya makannya enak, trus dia makannya juga lahap, ehh sukur-sukur ada bonus : "masakan Ibuk enak, makasih ya". 😃

Aih pinter ya saya ngomongnya, padahal saya mah apa atuh, baru belajar, termasuk belajar konsisten juga. 

Jadi suami saya membersamai tukang masak sayur bening ini selama 7 tahun kurang 2 hari.

Maret 2016. Foto basi ya, ini ketika wisuda sarjana. Itu Edsel mulutnya pake dimiring-miringin gitu sih Naaaak???

Februari 2016. Tak ada kandidat yang akan menyaingi kecantikan saya.


Pesta kostum kayak gini mah hari hari...
Ini lebih hari hari lagi 😒
NB : Maaf ya jika foto-fotonya sering ga nyambung dengan isi tulisan karena memang ga ada niat untuk menyambungkan, Hanya sebagai tempelan pelengkap kenangan saja.
Read More

Friday 9 June 2017

7 Tahun Kita ~ H-3

Sejak saya undur diri dari dunia perbakingan keluarga dikarenakan kehadiran si Akis yang sudah cukup menyita waktu dan energi, maka muncullah dia sosok superhero. Superhero yang sempat saya pandang sebelah mata untuk urusan dapur. Superhero ini mengisi kekosongan camilan homemade untuk anak-anak dari dapur sendiri. Superhero ini adalah Dedy.

Camilan-camilannya sebenarnya sederhana. Jauh lebih rumit kue-kue yang dulu saya buat, yang kadang bikin saya stress sendiri karena target saya yang ketinggian. Dengan perbakingan si dia yang sederhana, tentu waktu membuatnya juga jadi lebih cepat, maka waktu tunggu anak-anak juga lebih singkat. Anehnya anak-anak selalu hebring tiap kali ayahnya memasak snack untuk mereka, apa pun itu. Daaaan ... selalu habis!! Bahkan bikin nagih.😒

Kau tanya cara memandikan bayi? Tanyakan padanya. Sejak Edsel dan Akis masih berupa bayi merah, dia telah memandikannya sendiri_bergantian dengan saya. Pun juga cara menggendong dengan menggunakan kain jarit, dia lebih terampil daripada saya. Menyuapi anak? Mengakali ketika mereka GTM? Dia tak kurang pintarnya dibanding saya, ibu mereka. Apalagi perkara remeh temeh macam mengganti popok, menemani saya bangun untuk menyusui, atau meninabobokan anak-anak, itu mudah saja baginya.

Sebagai seorang ayah, barangkali yang tak bisa dilakukannya hanya hamil dan menyusui.

===

Rumah kami punya lampu tidur dari recycle pralon bekas yang dibuat oleh seorang Dedy.
Saya punya laci unik tempat penyimpan bros-bros, perhiasan, dan perintilan-perintilan kecil lainnya yang tak dijual di toko mana pun di dunia ini, hasil karya seorang Dedy.
Kami punya bingkai-bingkai foto yang terbuat dari karton dengan hiasan pasir pantai, kerang, biji-bijian centil, dan daun kering yang tak kalah cantik dengan yang didisplay di toko souvenir, dan lagi-lagi dari tangan seorang Dedy.
Edsel punya kotak pensil dari kain flanel dengan identitas namanya sendiri, bukan dari hasil hunting-nya di toko, tapi persembahan dari ayahnya yang seorang Dedy.
Dinding kamar mandi kami tertempel gambar tahapan-tahapan wudhu untuk mempermudah Edsel ketika berwudhu. Bukan, bukan stiker atau poster yang dijual di toko-toko itu, tapi gambar hasil goresan tangan ayahnya sendiri, seorang Dedy.

Barangkali yang tak bisa dilakukannya sebagai seorang kepala keluarga banyak, tapi bagi anak-anak, ayahnya adalah seorang creator tanpa banding.

==

Saya ngantuuukkkk, udah ah. Yang jelas pria itu, iya itu, sudah membersamai saya selama 7 tahun kurang 3 hari. Titik. Ayo tidur, besok sahur.

Solo, 2016. No caption more, saya ngantuuuk.

Solo, 2016. Ini juga tak ada tambahan caption, saya ngantuuuuuk.

Edsel. Salah satu hobi usilnya : dandanin anaknya aneh-aneh, trus difoto.



Read More

Thursday 8 June 2017

7 Tahun Kita ~ H-4

Postingan H-4 kali ini ditulis sambil terkantuk-kantuk karena energi sudah hampir berada pada titik kritis. Dan parahnya lagi, saya mengetik dalam keadaan ga tahu mau nulis apa. Ngikut aja ni jari menekan-nekan tuts-tuts keyboard.

===

Sadeng, Juli 2010. Ini adalah salah satu bentuk kewarasan kami yang perlu dipertanyakan, karena waktu itu kondisi saya sedang hamil beberapa minggu, tapi sepulang kantor tetep nekat jalan-jalan ke pantai. Hasilnya? Sampai di rumah saat adzan Maghrib dan saya mabok kecapekan.

Dia sudah nulis di wordpress jauh sebelum saya kenal blogspot.
Dia punya banyak koleksi buku bagus dengan katalog yang rapi, jauh sebelum saya 'mulai niat' untuk benar-benar membeli buku dan mengoleksinya.
Dia sudah punya koleksi komik-komik Detektif Conan dan Detektif Kindaichi, padahal saya yang merasa saya jauh lebih ngefans dektektif-detektif itu daripada dia aja belum punya satu pun punya komik-komik itu.😒

Dia ternyata penyuka film dan buku, sama seperti saya.
Dia penyuka kopi, sama seperti saya.
Dan dia suka menulis, sama seperti saya.

Dia tidak suka film drama nan cengeng dan romantis itu, berbeda dengan saya.
Dia tidak suka buku fiksi, tidak membawa kemanfaatan baginya, berbeda dengan saya.
Tingkat ketersinggungannya hampir mendekati nol persen, alias tidak 'nggagasan' ( ga mikir). Sungguh berbeda dengan saya.

Jauh sebelum bertemu, kami sudah punya banyak persamaan tanpa rekayasa. Dalam persamaan itu, dia lebih beberapa etape di depan saya. Meski akhirnya kemudian kami saling membersamai, persamaan itu tetap tak mengeliminasi perbedaan-perbedaan yang memang sudah kami sandang masing-masing. Dan kami telah saling membersamai 'dalam sama dalam beda' selama 7 tahun kurang 4 hari.







Read More

Wednesday 7 June 2017

7 Tahun Kita ~ H-5

Aku pernah di titik itu. Titik di mana aku merasa dia begitu menyebalkan. Titik di mana dia adalah laki-laki yang salah. Sampai-sampai aku menjulukinya dalam hati : "Pria Gunung Es".

Arrgghh...jangan kau tanyakan tentang apa itu romantis kepadanya. Jangan-jangan malah dia tak tahu ada istilah itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Atau jangan-jangan Kamus Oxford Bahasa Inggris yang dia geluti tiap hari, tak tercetak kata itu karena kesalahan teknis. LOL

Sampai kemudian aku sampai pada satu pemahaman_yang entah aku lupa terinspirasi dari sekilas buku apa yang kubaca_maka aku simpulkan bahwa menikah itu bukan seperti ilmu jual beli. Kau memberi apa, pasanganmu harus membalas hal yang serupa. Kau memeluknya, maka kau menuntut pasanganmu untuk memelukmu juga. Kau menghujaninya dengan perhatian maka pasanganmu kau harapkan juga untuk melakukan hal yang sama padamu. Itu jual beli. Itu perhitungan tentang untung dan rugi.

Semestinya, pernikahan itu menggunakan ilmu bertani. Semai saja, sepenuh hati, sepenuh cinta, sepenuh kerja keras, tak usah merisaukan kapan panen. Pasti panen, pasti. Tidak usah dihitung-hitung, bukan urusan kita. 

Panennya seperti apa? Barangkali dalam bentuk pasangan akan terbiasa dengan sikap hangat kita, maka dia akan meniru, mengimbangi. Atau bisa jadi dalam bentuk sikap ikhlas kita, perasaan 'merdeka' kita karena kita tidak terbelenggu untuk mengharapkan balasan. Atau bisa juga dalam bentuk lain. Who knows?

Dan barangkali saya telah panen.
Dia bukan lagi Pria Gunung Es.
Dia adalah pria hangat yang cerdas.
He is family man.

Dan aku telah membersamai pria ini selama 7 tahun kurang 5 hari.


NB: ini foto-foto yang tadinya tidak akan terupload karena culuuuun sekali. Tapi daripada ilang dan demi melengkapi kenangan, maka nekat aja ditempelin di blog. Foto-foto petualangan kami sebelum ini sudah hilang atau nyelip entah di hardisk yang mana.

Terdampar di tepi jalan dalam rangka petualangan ke Jogja. Sumpah, itu efek pencahayaan saja. Aslinya saya lebih putih dari dia. Weeks.



Masih dalam rangka petualangan after married. Itu di Wonogiri, hihi...cuma di WGM


Read More

Tuesday 6 June 2017

7 Tahun Kita ~ H - 6

Aku sampai pada satu titik di mana aku benar-benar mensyukuri telah diperjodohkan dengannya.

Dia yang sederhana, menyeimbangkan aku yang penuh dengan imajinasi-imajinasi pencapaian.
Dia yang tenang_seperti lautan yang tanpa gelombang,_melengkapi aku yang serba terburu-buru, ceroboh, dan selalu punya target.

Dia bukan suami dengan impian dan obralan cerita tentang mobil mewah, rumah megah, atau harta-harta kekinian. Bukan. Dia adalah suami yang menciptakan ruang diskusi di rumah kami tentang pendidikan, dan segala harta benda tak kasat mata yang aku namai sebagai petualangan. 

Ya, dia laki-laki sederhana ini, telah membersamaiku selama 7 tahun kurang 6 hari. 


Pulang kerja langsung ditodong membacakan buku

Read More

Friday 2 June 2017

Wardah Matte Lipstick Gorgeous Pink 17

Sekian waktu telah berhasil meyakinkan diri bahwa "ternyata dunia baik-baik saja tanpa lipstik baru". Sekian waktu pula setiap melewati counter kecantikan, saya telah dengan begitu mudahnya melenggang tanpa menoleh untuk sekedar mengintip deretan koleksi lipstik. O yeah ternyata benar, dunia baik-baik saja. Daya gravitasi masih berjalan tanpa gangguan, buktinya saya tidak oleng meski tidak membeli lipstik baru selama beberapa bulan.

Sampai kemudian ada drama antara saya dan anak muda di rumah : Akis nyembunyiin lipstik emaknya ini entah di mana! 5 Biji. Iya, 5 biji!! Sudah saya bongkar-bongkar segala perkakas dan harta benda, tetap tak ketemu.

Oh oke, saya masih punya 3 lipstik. Dunia masih baik-baik saja.

Etapi tunggu... Meski masih punya 3 buah, tapi itu yg bener-bener saya pakai cuma 2 lho. Karena yang satu warnanya terlalu gonjreng. Kemudian di antara 2 itu, salah satunya dalam keadaan patah dan tanpa tutup (yang lagi-lagi adalah hasil tangan kreatif anak muda 2 tahun itu).

Ah ga pa pa. Pake seadanya. Toh cuma lipstik ini.


Beli sabun, intip bentar ke counter kecantikan.

Beli logistik dapur, nengok dikit ke etalase lipstik.
Nunggu Ed milih pasta gigi, nyoba-nyoba tester di booth Sariayu, melangkah ke Mirabella, dan kacep di booth Wardah.
Maka, ending-nya bisa ditebak : BUNGKUS!!

Wardah Matte Lipstik mungkin udah ga hits lagi. Tapi saya memang jarang beli sesuatu karena tren. Saya beli karena butuh dan suka aja. Menurut saya sih warna Wardah Matte Lipstik Gorgeous Pink 17 ini cantik_terlepas dari hits atau ga_saya suka! Bikin wajah jadi terlihat seger.



Ini bukan tipe lipstik yang bener-bener matte meski judulnya matte. Di bibir saya justru malah terlihat glossy. Bibir juga berasa lembab. Tapi meski ga totally matte, saya molesnya musti hati-hati. Soalnya pernah saya nyobain langsung pulas dengan berani dan percaya diri kayak mulas lipstik jenis creamy atau satin, eeeh warnanya terlihat cetar ga cocok dengan tone kulit wajah saya. Selain itu bibir terlihat kering gitu. Jelek deh di saya. Padahal sebetulnya warna lipstiknya tu cantiiiiik banget.

So, saya mengaplikasinnya dengan cara di-tap tap tap gitu aja di bibir. Hasilnya jauh lebih kalem dan cantik.


Daya tahan? Kalo ga dipakai makan dan minum sih bisa tahan 6 jam-an. Tapi jangan berharap muluk-muluk kalo udah dipake makan, minum, dan wudhu. Mending di touch up lagi deh.

Packaging? Suka! Kayaknya kemasan lipstik Wardah dari berbagai jenis saya selalu suka. Selalu terlihat elegan dan ga nyusahin kalo dibawa-bawa.

Harga? Aaakkk....saya lupa. Struk pembayarannya udah saya buang. Tapi harganya berkisar 30 ribuan. Ga sampe 40 ribu.

Umm...jadi apakah dunia semakin baik-baik saja jika kita punya lipstik baru? Kayaknya sih enggak ya, yang ada meja rias kamu akan semakin penuh. He he he. Tapi lipstik baru emang bikin kita tambah semangat kerja sih. Aaaahh, pembenaran.






Read More

Saturday 13 May 2017

24 Bulan KRP

#latepost 



2015
Penyambutan itu,sempurna.
Saya telah menyiapkan kedatangannya dengan sempurna. 

Saya hamil tanpa derita morning sickness yang menyiksa. Saya juga menjalani kehamilan dengan full energi, full semangat, full aktivitas dan full kebahagiaan. Rasa-rasanya selama kehamilan saya ga pernah mengalami bad day, males atau ogah-ogahan. Nope. Rasa-rasanya selama hamil saya justru punya ide-ide segar dan mengerjakan banyak 'proyek'. Bahahaha....proyek di sini maksudnya bukan proyek yang akan menghasilkan rupiah. Ini cuma proyek aktivitas pribadi dan keluarga sajah.

Menjelang kelahirannya, saya prepare segala sesuatu dari yang besar sampai printilan yang kecil-kecil. Tak secuilpun ketinggalan. Saya juga membeli buku dan majalah yang sengaja saya persiapkan untuk saya bawa ke Rumah Sakit demi membunuh rasa bosan ketika menunggu jadwal operasi ataupun mengurangi rasa sakit pasca lahiran. 

Jadi apa yang Ibu lewatkan untukmu, Sayang?


2015 ~ 3 hari pasca keluar dari Rumah Sakit
Mungkin penyambutanku sempurna.
Tapi rencananya untuk menempa kami jauh lebih sempurna.

Jaundice. Fototerapi. Dua istilah konyol yang tak pernah sedikitpun terbayang akan mampir ke dalam cerita kelahiran anak kedua saya. Dua istilah konyol yang tidak saya antisipasi dalam penyambutannya (Tapi memangnya siapa sih yang tau bayi kita akan kena jaundice?)

Fototerapi 36 jam dari yang tadinya hanya ke Rumah Sakit untuk kontrol pascalahir. Hanya disinar ini. Hanya kuning ini. Apanya yang perlu dikhawatirkan?? 
Saya tidak khawatir kok. Saya hanya takut. Saya hanya menangis sampai mata bengkak. Saya hanya browsing tentang jaundice setiap menit. Saya hanya tidak selera makan dan minum. Saya hanya bangun setiap 2 jam tanpa telat semenitpun untuk menyusuinya. Saya hanya tergugu setiap menyusuinya. Saya hanya terisak setiap memandangnya bertelanjang dada dalam boks di bawah sinar biru dengan mata ditutup kain hitam. Saya hanya tak henti mencecar dokter anak setiap visit. Saya hanya ... Ahh. 

Ya saya hanya seperti itu. Saya tidak khawatir. Hiks


penghujung Mei 2016 ~ selang berapa minggu dari ulang tahun pertamanya
Ya, bayi kecil saya mulai bisa menapak bumi dengan kedua kakinya sendiri.

Bumi Allah luas, Sayang. Berjalanlah.


masih 2016 ~ selang sedikit bulan dari dia mulai bisa berjalan
Tak ada lagi ngompol-mengompol. Tak ada pula diapers.
Dia akan membangunkan kami ketika tengah malam merasa ingin pipis.
Atau pada siang hari dia akan mendekat kepada yang berada di dekatnya dan berbisik "pipih" sebagai permintaan tolong untuk melepaskan celana dan membantunya buang air kecil.


Mei 2017
5 hari menjelang tahun ke-2 nya, penyambutan dilakukan oleh keluarga virus Picornaviridae yaitu Coxsackie tipe A dan Enterovirus 71. Ya, Hand Foot Mouth Disease (HFMD) atau istilah genitnya Flu Singapura. Akis terinfeksi dan baru membaik pada tanggal 6 Mei_satu hari pasca umurnya genap 2 tahun.

Flu Singapurn telah membuatnya benar-benar tidak mau makan dan minum susu selama 3 hari. Sampai kondisinya membaik pun, bahkan sampai makannya kembali lahap pun, dia masih trauma dengan dot sehingga secara kebetulan dia menyapih dirinya sendiri dari dot. Bravo! 

Sebenarnya kami sudah mencoba perlahan-lahan mengurangi pemakaian dotnya dengan target pada usia 2 tahun dia akan tersapih dari dot. Tapi selalu gagal! Maka kami ucapkan terima kasih untuk Flu Singapura dan teruntuk Akis sayang.

Terrible two! Yeah, entah karena kebetulan habis sakit saja atau memang benar teori tentang terrible two itu bahwa menginjak usia 2 tahun akan mulai masa-masa mood swing, tantrum, kerap melawan, membantah. Ucapkan selamat tinggal pada bayi manis kita yang menggemaskan dan suka mengumbar senyum manis sana-sini. Perbarui saja energi dan kesabaranmu mulai usianya ini. 

Kesit Raka Panjalu, 5 Mei 2017 kamu membersamai kami selama 2 tahun. Adakah yang lebih manis dari senyummu? Adakah yang lebih membuat Ibu kecanduan selain panggilan "Ibu"mu untuk Ibu? Adakah Ibu pantas mendustakan nikmat menjadi ibumu? 

Dua tahun memilikimu, dan sungguh banyak yang belum Ibu persiapkan untuk hidupmu.










Read More

Friday 28 April 2017

Barisan Wanita yang Lain

Sering dapet meme atau broadcast message atau bahkan guyonan temen-temen di kantor kalo wanita (baca : istri) tuh, sinonim dari suatu makhluk yang mewakili kata bawel, tukang marah-marah pada suami, tukang banting-banting panci kalo lagi capek, tukang mendelik mengerikan kalo uang belanja ga cukup, tukang kritik nomor satu.  Seolah-olah emang dari sononya wanita ya begitu itu.

Well, ga ada salahnya juga. Tapi tidak sepenuhnya benar. Dan rasanya risih juga kalo predikat di atas dianggap mewakili semua koloni wanita.

Meski konon, kaum wanita_kaum istri begitu sajalah biar jelas, termahsyur sebagai makhluk dengan simpanan kata-kata yang banyak. tapi periode panjang lontaran kata-kata itu tak melulu identik dengan omelan dan cerocosan tak merdu. Kami juga bisa berbicara santun pada suami. Kami adalah makmum, dan dia imam.

Kami adalah wanita abad milenia yang akrab dengan mesin pencari. Istri cerdas yang bisa dengan mudah mencari paparan ilmu psikologi. Lupakan Kanjeng Mami, dengan segala aroma cerewet dan sengaknya. Bukan, bukan ia tak baik. Tapi kita lebih baik mencontoh Aisyah, dengan segala kecerdasan dan kehausan ilmunya, dengan kolokannya yang elegan hingga Rasulullah memanjakannya. Atau kenapa kita tak menengok Ainun yang santun, dengan jiwa pengabdian yang teguh pada Habibi sang suami pujaan hati.

Jadi maaf maaf saja, tak semua dari kami adalah tukang menggerutu dan tukang ngomel. 

Sering kami mengalah demi menjaga atmosfer rumah tangga tetap berada pada derajat aman. Mengalah tidak melulu memendam perasaan dan menunggunya pecah suatu saat. Mengalah adalah menurunkan level titik didih. Dan kemudian menunggu beberapa saat untuk sama-sama bisa dincip lebih nikmat.

Barangkali rumah tangga kami tak sempurna, tak semanis Rapunzel dan Flynn. Pasti kami-kami ini ada ngambek-ngambeknya juga. Ada sewot-sewotnya juga. Tapi jangan lupa, kami barisan para wanita ini, punya cara elegan untuk menyelesaikan masalah. Kami terbiasa berdiskusi untuk menyelesaikan masalah. Kami punya buku, punya kopi, dan punya film untuk mediasi, bukan dengan cara banting panci. 

====

Tulisan yang saya buat menjelang pulang kantor. Menjelang long weekend May Day. 
Tulisan yang sebenarnya membuat saya malu.

Mungkin gambar ini kurang relevan dengan isi tulisan. Kutipan ini juga membuat saya malu semalu-malunya, tapi biarlah untuk menampar diri sendiri

Hepi wiken!
Read More

Tuesday 18 April 2017

Sparks Eau De Toilette Wardah

Saya belum bisa move on dari aroma Sparks Eau De Toilette (EDT) Wardah.

WARDAH EDT. Gayanya motret outdoor. Harap maklum jika hasilnya menjadi obat sedih alias tertawaan.

Jika biasanya saya tidak pernah repurchase begitu satu botol habis, kali ini saya kok belum bosan dengan segernya Sparks. Klaim di kemasannya sih, Sparks ini :

"Kesegaran yang membangkitkan semangat untuk memulai aktivitas. Nikmati aroma apel, sitrus, melon, dan berry yang menyegarkan, ditambah keharuman rose dan violet serta sentuhan musk yang lembut membuat wewangian ini jadi favorit. Cocok untuk Anda yang berjiwa muda, enerjik, dan menyenangi kesegaran alam".

Blep blep blep ... jadi ge-er sendiri, jangan-jangan saya memang berjiwa muda, enerjik, dan menyenangi kesegaran alam. Huahahaha ...

'Garis'  wewangian favorit saya sejak jaman baheulak memang seperti Sparks ini : musk yang dijerumuskan ke dalam aroma buah segar. Hasilnya? Bikin fresh, semangat. Mood booster banget untuk pagi hari sebelum ngantor.

Saya memang kurang suka aroma wewangian yang dominan bunga, terlalu feminim buat saya. Terlalu manis. Terlalu 'baik-baik saja'. Terlalu aman.

EDT Wardah ini ukurannya sedang, tergolong imut malah. Nettonya 35 ml sajah! Botolnya ga gede-gede amat. Jadi kalo bosen, ga kelamaan nunggu habis untuk disingkirkan dan digantikan dengan yang lain. Praktis juga dibawa kemana-mana.

Soal harga? Ramah di kantong lah, secara dia produk lokal. Tetapi meski harganya terjangkau, rata-rata kualitas produk Wardah emang ga diragukan sih, termasuk EDT-nya ini. Saya beli di Baru Swalayan, Wonogiri seharga Rp 42.000. Harganya bisa berbeda di tempat lain. Saya pernah nanya di counter Wardah di Matahari harganya 50-ribuan lebih. 

Wanginya ga begitu tahan lama sih. Mahfum dia golongannya EDT, jadi kadar wanginya di bawah EDP.  Di saya biasanya tahan sekitar 2 jam-an aja, kecuali kalo kita nyiumnya sampe nempel di hidung banget kayak orang mau pamitan. Kalo dengan metode nyium seperti itu, seharian juga wanginya masih nempel di baju. He he he. Kalo di kulit, ga janji. Biasanya ya cuma 2 jam-an itu tadi.

Nanti repurchase lagi ga untuk botol ketiga? Umm....belum tau ya. Pingin nyobain EDP nya Mustika Ratu sebenarnya, yang Tropical Fruit itu. Tapi belum pernah nyobain testernya. Ngeri juga kalo ternyata wanginya ga cocok, atau tetiba bosen. 100 ml cintah!

EDP Mustika Ratu, parfum lokal yang lagi ngehits di kalangan emak-emak Female Daily

Read More

Thursday 13 April 2017

Secangkir Sajak Untuk Suamiku

Dan beginilah waktu mengikat kita

Bersama secangkir kopi hitam yang kuhidangkan pagi ini untukmu
pada jarum jam pukul 7
dengan setangkup cintaku yang hangat
            beroles manisnya bibirku yang legit
sedikit taburan cemburu yang pedasnya hanya seperih merica bubuk sachetan



Aku mengerling manja, merayu hatimu untuk berpesta
merayapi setiap inci wajahmu yang kadang serupa Rahwana
Hey, jangan marah. Rahwana punya cinta yang tak kan habis
                untuk Shinta ....

                cinta yang dibawanya mati, meski seluruh semesta mencaci


-- Rahmawati
Pracimantoro, 13 April 2017
Read More

Tuesday 11 April 2017

Pap Smear, Misi yang Terselesaikan

#latepost 23 April 2016

Ini adalah postingan yang bener-bener kebangetan telatnya. Hampir 1 tahun yang lalu maaaakkk!! #tepokjidat. Karena saking malesnya nulis tentang ini, jadi ketumpuk sama postingan-postingan lain yang datang belakangan (atau dasarnya saya memang males??).

Setelah selesai menjalankan misi dan ambisi untuk deteksi dini kanker payudara dengan periksa ke klinik onkologi (sudah saya posting di  Akhirnya ke Onkologi ), misi saya selanjutnya di tahun 2016 adalah melakukan pap smear. Misi bukan sembarang misi karena denger-denger pap smear ini cakit cekaliiii, melibatkan korek-mengorek organ yang itu tuuu. Desas desus korek-mengorek itu yang membuat saya sering menunda-nunda dan menghibur diri bahwa 'saya pasti baik-baik saja kok meski tanpa pap smear'.

Tapi, saya ini memang dasarnya ga tenang kalo punya target tidak terlaksana. Daaann, dengan meneguhkan keberanian sekuat baja, tanpa ditemani suami (si Ay harus ngajar, tidak bisa izin), berangkatlah saya. Sendiri!

Saya datang ke RB (Rumah Bersalin) Mardi Waluyo Wonogiri, nama kondangnya sih Klinik Bu Nafsi. Diperiksa, sharing-sharing, dan konsultasi dengan Dokter Dewi yang super duper sabar. 

Sebelum dilakukan pap smear, dilakukan pemeriksaan klinis dulu, standar lah : timbang berat badan, tekanan darah, denyut nadi. Kemudian rahimnya di-USG. Trus kita disuruh duduk di kursi pemeriksaan yang biasa dipakai untuk meriksa organ kewanitaan bagian bawah (yang bikin kaki kita jadi terbuka lebar itu tu). 

Daaannn memang di situ klimaks horornya. 

Pertama petugas/dokter akan memeriksa bagian luar vagina, normal ga ni. Kemudian ke dalam vagina akan dimasukkan alat bernama spekulum yang gunanya untuk membuka vagina.  Duuhh ... saya bener-bener keinget pas pemeriksaan dalam menjelang lahiran. Dan dalam keadaan takut, refleks saya adalah memegang tangan suami. untuk mencari perlindungan. Padahal waktu itu saya cuma sendiri, wakakakak!! Maka saya meminta salah satu perawat untuk berdiri di samping saya, untuk saya pinjam tangannya buat digenggam. (hahaha... dasar emak-emak romantis!!).

Noh, spekulum noh!! Ha ha ha ...(gambar diambil dari www.alodokter.com)

Spekulum ini akan memungkinkan petugas/dokter untuk dapat melihat bagian dalam vagina seperti dinding vagina sekaligus bagian mulut rahim atau serviks. Setelah alat spekulum sudah benar-benar pada posisinya, petugas medis akan mengambil sampel dari jaringan yang berada pada mulut rahim bagian luar dengan menggunakan alat yang kayak spatula gitu. Nah kemudian, diteruskan pengambilan sampel jaringan yang berada di bagian saluran mulut rahim serta bagian dalam rahim. Ini pake alat yang mirip sikat kecil, namanya cytobrush. Hedeehh ....

Nah udah, selesai deh. Spekulum yang tadi dipasang akan dilepas 

Ilustrasi pap smear

Sampel jaringan yang sudah diambil nantinya akan dikirim ke laboratorium untuk proses pemeriksaan guna melihat sel-sel tersebut dengan menggunakan mikroskop. Proses ini nantinya dapat melihat apakah sel-sel ini merupakan sel yang normal ataukah sel yang abnormal.

Untuk RB Mardi Waluyo, sampel dikirim ke Prodia karena mereka kerjasamanya dengan laboratorium itu. Jadi kenapa saya tidak datang langsung ke Prodia? Karena saya tidak tahu yang meriksa di sana nanti laki atau perempuan. Risih juga kalo petugas medisnya laki-laki. Kalo di RB kan saya udah tau pasti semua dokter dan petugas medisnya perempuan, dan sabar banget menghadapi kehororan saya.

FYI, saya tes pap smear dengan metode Sitologi Serviks Berbasis Cairan (SSBC) dengan total yang harus saya bayar mulai dari pemeriksaan dokter sampai hasil tes jadi kalo ga salah 350 ribu lebih (saya lupa pastinya).

Ga nyaman memang pap smear itu, sungguh! Tapi saya lega luar biasa sudah menyelesaikan misi berat ini. Dan lebih lega lagi setelah melihat hasilnya kurang dari seminggu sesudahnya: NEGATIF. Alhamdulillah

Ayo ayo yang belum pap smear, sekarang malah sering ada program pap smear gratis lho pake BPJS. Asal rajin cari-cari info aja,








Read More

6 Tahun EIR

#latepost 8 Maret 2017



Edsel Ilmi Rakasiwi.
Bayi kecil kami yang seperti tiba-tiba cepat besar. 

Dia adalah anak kecil nan ajaib yang pernah menjadi satu-satunya tujuan dan harapan apa yang saya lakukan dalam hidup. Saya bangun malam setiap 2 jam sekali hanya untuk menyusui dan pumping ASI untuknya. Saya bangun dini hari hanya untuk menyiapkan segala keperluannya. Saya masak sehari bisa sampe puluhan kali hanya demi memerangi GTM-nya. Saya belajar investasi dengan tujuan masa depannya. Saya belajar apapun, iya apapun, hanya jika itu menyangkut tentangnya. Dan lain-lain, dan lain-lain. Rasanya tak ada yang tak saya lakukan untuknya.

Kini, ia adalah bocah 6 tahun yang bulan Juli nanti sudah masuk SD. Putra sulung kesayangan saya yang bahkan kini saya peluk di depan orang lain pun kadang ogah-ogahan karena malu. Rasanya ah, betapa tidak relanya. Dulu, waktu-waktunya hanya untuk saya dan Ayahnya. Kini kami harus rela berbagi dengan teman-teman mainnya, dengan kesibukan hobinya sendiri, dengan saudara-saudara dan keluarga lainnya. Ah, tak ada lagi ketergantungan mutlak dengan kami.

Satu sisi bahagia karena dia tumbuh dengan sehat, dengan mandiri. Sisi lain?? Jangan cepat besar anakkuuuu, Ibu masih ingin berlama-lama memeluk dan menciummu.

1. Bangun tidur Subuh buta, langsung mandi, pakai baju seragam dan sepatu, daaaan.... liat TV sambil nunggu sarapan siap. Jam 6.15 sudah minta diantar ke rumah Uti untuk berangkat sekolah. Alamaaaak rajinnya anakkuuuu.

2. Sering bete dengan adikknya. Soalnya si Akis memang suka ngrecokin kakaknya. Kakaknya lagi makan ikut-ikutan nimbrung, kakaknya lagi belajar ikut-ikutan gabung, kakaknya lagi main juga maunya main bareng juga. Padahal si Ed kadang pingin melakukan sesuatu secara privat, ga suka dibareng-barengin.

3. Eh, seringnya Ed juga sih yang suka godain adiknya. Adiknya lagi anteng main, mainannya malah dirampas sambil ketawa-ketawa ngledek. Adiknya lagi baca buku sama saya, dianya ndusel-ndusel di antara kami biar adiknya terganggu. Edsel terlihat puaaas gitu kalo liat adiknya teriak-teriak sebel. Apalagi kalo adiknya sampai nangis, waaah dia bakalan tertawa lebaaar. Gimana kalo adiknya lagi ga ada? Ed kesepian juga sebenarnya. Kelimpungan ga ada temen main, ga ada yang digodain. Begitu juga dengan Akis, kalo kakaknya lagi ga di rumah dia manggil-manggil Edsel melulu. Berasa kehilangan.

4. Edsel belum bisa membaca. Dan saya? Santai ajah!! Tenang aja, boy. Jatah belajarmu masih panjang. Nikmati aja masa-masa TK ini dengan bermain dan apapun yang membuatmu jadi sebenar-benarnya anak-anak. Masa anak-anak itu cuma sebentar, kelak kamu akan melahap itu baca tulis sepanjang waktu. 

5. Dia suka berhitung. Soal-soal penjumlahan dan pengurangan, atau kombinasi keduanya, sudah bisa dia selesaikan.

6. Edsel agak kurusan, deh. Pipi udah ga tembem-tembem amat kayak dulu. Berat badan turun sih enggak, tapi karena tambah tinggi dan pertambahan berat badan ga sesignifikan dulu. 

7. Makan? Teuteup sukanya protein doang. Jangan tanya sayur pada kami. Jangan.

   Tapi kabar baiknya, dia kini makin pinter makan sendiri. Ahhh cintaku.

8. Lego masih jadi mainan favorit sepanjang umurnya saat ini.

9. Nonton film? Hanya saat malam Minggu. Itu jadwalnya, dan dia patuh sepatuh-patuhnya. Sekepingin apa pun dia nonton.

10. Kesukaannya akan buku agak sedikit terdegradasi. Tersubstitusi dengan bermain bersama teman-teman yang porsinya kini bertambah. 

Terima kasih telah bersama kami selama 6 tahun kopi manisku. Ayah dan terlebih-lebih Ibu, minta maaf untuk waktu yang terbatas untukmu, untuk hak-hak yang belum kami tunaikan untukmu. 








Read More

Tuesday 7 March 2017

Dia yang Antagonis

Si tengil dalam film Ratatouille, Skinner!!

"Selalu akan ada tokoh antagonis dalam kehidupan kita"
Bertahun silam, sahabat saya pernah mengatakan hal itu. Meski saya tidak sepenuhnya setuju, namun jika dipikirkan, kalimat itu ada benarnya juga.

Memang akan selalu ada episode di mana seseorang yang_entah dia sadari atau tidak, dia sengaja atau tidak,_akan membuat raut muka kita menegang memerah, membuat kesabaran kita perlu diorder ulang, membuat kita tergugu di sembarang waktu tak tentu, atau membuat kita takluk kepayahan. Ada, memang selalu ada. Entah dia seseorang yang telah kita kenal bertahun-tahun, seumur-umur, atau mungkin hanya dia yang mampir tanpa pernah mengakrabi sejarah panjang perjuangan kita.

Selalu akan ada tokoh antagonis. Benar, memang benar.

Dan kita yang sok belagak jadi sang protagonis ini seolah-olah jadi yang terdzolimi. Seolah paling benar, paling lemah.  Seolah paling patut dikasihani. Begitu kah? Jika memang begitu, mungkin ini saya. Tapi malu, malu rasanya. Kayak kurang piknik aja. Kayak ga pernah jalan-jalan. Tapi memang begitulah adanya. Rasanya pingin tampar, pingin teriak. Tapi seharusnya tidak begitu. Barangkali kita memang patut dibikin merah wajah kita karena kita keterlaluan. Barangkali kita kita perlu dibikin menangis, agar kita tidak melulu egois. 

Pada akhirnya dia yang antagonis akan membuat kita lebih kuat, lebih tegar berdiri di badai-badai selanjutnya. Meski sulit dan mata berkaca-kaca menciptakan butir-butir berkilau yang akan jatuh perlahan, tapi ucapkan pada sang antogonis (dalam hati saja ya.he he he) : "kamu telah memilih orang yang salah untuk disakiti".
Read More

Monday 6 March 2017

Seandainya

Seandainya kita tahu dengan siapa kita menghabiskan sisa usia, barangkali kita hanya terus disibukkan dengan mencari dia, atau bahkan merutuki nasib (?)
Seandainya kita tahu bagaimana rasanya patah hati, barangkali kita akan berpikir ribuan kali untuk jatuh cinta
Seandainya kita tahu bagaimana perihnya cemburu, mungkin kita akan membatasi memberikan hati seutuh-utuhnya
Seandainya kita tahu di mana kita akan mati, mungkin kita tidak akan menyambangi tempat itu barang sejengkal
Seandainya kita tahu bagaimana rasanya miskin, mungkin kita tidak akan berhenti sedetik pun untuk mensyukuri yang kita punya saat ini
Seandainya kita tahu bahwa tidak semua janji akan ditepati, barangkali kita akan bersiap untuk hari itu_hari di mana ada janji yang terabai

Seandainya saya tahu saya akan terlihat pucat, barangkali saya akan memakai sedikit lipstik. Hi hi... 

Selamat datang Maret 2017, aku menyayangimu meski pada awal minggu telah kau hadiahkan air mata, sedikit cemburu yang menyusup, dan degup-degup dalam rasa antah berantah. Tapi telah kau berikan kecupan manis, seteguk kopi, dan coklat dengan sedikit pahit dan manis yang elegan.

Selamat datang Maret 2017, semoga tetap seterong!!!
Read More
Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

© 2011 Everything is Beautiful, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena