cinta kami ada dalam secangkir kopi, sepotong coklat, dan di blog ini..

Tuesday 16 August 2016

Mirabella Designer Lipstick 116 Classy

Saya belum bisa move on dari lipstik Sariayu Borneo 01. Warna merah mudanya saya banget. Ketika lipstik ini hampir habis, saya males coba-coba lipstik lain. Lipstik ini memang keluaran udah lama banget, tren warna Sariayu tahun 2014. Tapi tren warna-warna selanjutnya belum ada yang nyantol di hati seperti Borneo 01 ini. Tren warna Sariayu 2016 yang terbaru sih cantik-cantik, tapi mehong abis. Kalo ga cocok, sayang banget kan udah mahal-mahal ga dipake.

Kemarin ke counter Martha Tilaar, ternyata yang seri Borneo lagi kosong semua. Ditawarin SPG-nya Mirabella, tadinya udah ilfill aja karena kurang hits gitu. Lagian juga jarang direview para beauty blogger. Tapi waktu saya tanya harganya cuma 19 ribu perak, dan saya lihat yang nomor 116 mirip dengan Borneo 01, tanpa pikir panjang, tanpa berkali-kali swap di tangan, langsung BUNGKUS!!

Ya ampuun tolong ya para produsen, jangan goda kami perempuan-perempuan lemah iman ini dengan harga murah. Karena itu kelemahan kami.

Kemasan lipstik ini, aduh, saya ga suka banget. Bentuknya lugu dan polos dengan warna ungunya yang ga saya suka. 

Warna lisptik ini terlihat merah cerah dengan nuansa oranye, tapi jika diswap di tangan warnanya pink. Begitu saya coba di bibir, aduh, itu warna lebih pantes buat ibu saya untuk kondangan. Warna merahnya terlalu menor. Kurang fun untuk saya yang lebih suka warna merah mudah segar. Hmm..saya memang wanita awal 30-an yang tidak tahu diri bahwa usia sudah mulai menua dan sudah seharusnya pakai warna-warna gonjreng dan lebih berani. Tidak pantas lagi pake warna-warna centil. Saya memang tidak berani kakak! 



Tadinya lipstik ini mau saya hibahkan saja untuk ibu, tapi kata beliau saya cocok kok pake lipstik ini. Tidak terlihat menor. Jadi saya berani-beraniin pake lipstik merah ini ke kantor. Saya makenya cuma ditotol-totol di bibir biar ga terlalu 'terlihat'. 

Ee lha kok surprise juga dengan lipstik ini. Daya tahannya oke punya untuk ukuran lipstik seharga 19 ribu perak. Saya pake minum ga transfer di gelas. Transfer sih tapi cuma dikiiit aja. Bahkan Sariayu yang biasa saya pake aja kalah. Saya pake ke kantor selama 8 jam, udah dipake makan minum dan wudhu, masih terlihat aja warna merahnya meski udah agak pudar. Jika baru 3 jam-an, wiih masih cakep banget. 



Kayaknya saya ga buruk-buruk amat pake lipstik merah begini. Cuma karena kulit wajah saya sekarang kan agak item (tanpa tahu kenapa), rasanya lipstik merah ga terlalu cocok untuk tone kulit wajah saya. Berasa makin item saja.

Tapi apakah saya akan repurchase? Rasa-rasanya sih iya kalo ada yang mirip dengan warna pink-nya Borneo 01. Suka banget sama daya tahannya, suka banget juga sama harganya yang murah. Hehe...

------------ Bagaimanapun, apapun yang terjadi, saya suka warna peach dan pink. Meski warna peach selalu bikin saya patah hati karena selalu pecah di bibir dan tidak awet. Bahkan lipstik Wardah Long Lasting warna peach yang saya gadang-gadang akan menjadi pelabuhan terakhir saya untuk pencarian lipstik warna peach yang belum pernah ketemu, toh akhirnya kandas juga, sukses parkir di meja rias tanpa sedikitpun tersentuh lagi. Namun lipstik warna ini akan selalu ada di hati.
Read More

Sunday 14 August 2016

TB Paru Milier dengan Pleura Dextra

Ketika langit benderang
Ketika udara sejuk membelai
Ketika kaki lincah melangkah
Ketika itu kita sering lupa bersyukur,
lupa mendekat, lupa tersungkur bersujud,
lupa menghiba-hiba,
lupa memanggil-manggil keagungan nama-Nya


***

#latepost Juni 2016


Ternyata meski November Rain telah berakhir di mana Ayah telah sembuh Tuberkulosis (TB) Paru, dhuaaaarrrr ... badai selanjutnya datang ! Persis pas Ayah dinyatakan bebas TB, saat pula saya dinyatakan positif TB. Lutut saya langsung lemes, meski sebelumnya sempat kepikiran juga karena 3-4 bulan terakhir nafsu makan saya berkurang, semakin hari semakin parah, ditambah badan yang makin kurus. Tapi tetep saja saya ga siap didiagnosis TB. Anak-anaklah yang membuat pikiran saya terbebani luar biasa. Terbayang anak-anak sudah minum profilkasis TB selama 6 bulan full, sekarang harus minum lagi selama masa pengobatan saya. Sukses mewek deh setiap memikirkan hal itu.

Kesedihan saya tersebut ditambah dengan diagnosis dokter yang menyatakan saya menderita TB paru milier dengan pleura dextra. TB paru milier itu bahasa bodo saya adalah TB paru di mana kuman Mycobacterium tuberculosis - nya menyebar lewat pembuluh darah. Sedangkan pleura dextra adalah terdapat cairan di selaput pleura kanan (selaput yang menyelubungi paru). Ya kurang lebih bahasa sederhana yang bisa saya tangkap seperti itu lah.


Pleura Dextra

Perasaan saya semakin tertekan ketika hasil tes darah menunjukkan SGOT dan SGPT saya tinggi sekali : 3 kali lipat dari nilai normal!! SGPT dan SGOT merupakan enzim-enzim pada hati yang akan meningkat jumlahnya di dalam tubuh jika hati mengalami kerusakan baik kerusakan fungsi hati secara akut maupun kronis. Tingginya nilai SGOT/SGPT membuat saya tidak bisa menjalani pengobatan dengan dosis normal karena dikhawatirkan obat-obatan TB akan membuat fungsi hati saya semakin terganggu. Ya Tuhan apalagi ini??

Maka treatment untuk saya adalah minum obat oral hanya Ethambutol dan Isanizoid dengan dosis rendah dan dikompilasi dengan injeksi Streptomycin. Alamak rempong banget kan disuntik di bokong tiap hari?? Karena dosisnya rendah ditambah pula pengobatan TB milier memang lebih lama dari TB paru biasa, maka dimungkinkan pula masa pengobatan saya juga lebih dari 6 bulan. Bisa 9 bulan, atau bahkan 1 tahun.

Ya Allah langit di atas saya berasa runtuh mendengarnya.

Tidak ketinggalan pula, lambung saya sempat bermasalah ketika itu. Lambung yang tadinya baik-baik saja rupanya ikut-ikutan asamnya naik. Setiap makan bawaannya mau muntah, dipaksain makan malah jadi muntah beneran. Saya jadi lemes karena asupan makanan kurang. Pusing dan berkunang-kunang sudah pasti. 

Kuman TB membuat suhu badan saya selalu naik setiap siang, semakin sore semakin tinggi, malamnya demam tinggi sampe menggigil ga karu-karuan. Setiap hari hanya bisa berbaring di tempat tidur karena lemes, pusing, dan kedinginan. Sedangkan pleura dextra membuat dada sebelah kanan saya terasa nyeri setiap menarik nafas dalam, batuk, ataupun bersin. 


Sepertinya entah kapan saya bisa sembuh dengan kondisi badan dan psikologis seburuk itu.
Itulah November Rain jilid dua bagi saya. Bahkan lebih buruk dari yang pertama. 



Rupanya masa sulit itu selalu ada. Saya stress. Tapi satu sentilan menampar saya ketika suami mengingatkan untuk mendekat selalu pada Allah. Iya, saya lupa. Saya terlalu terfokus pada penyakit ini, pada penderitaan saya. Lupa yang kasih penyakit siapa, lupa mencari maksud Allah memberi sakit ini apa : mungkin saya kurang lama berdoa, ibadah hanya sekadar ritual tanpa menyertakan hati, mungkin saya kurang sedekah, mungkin saya terlalu sibuk dengan anak-anak jarang lagi mengaji jarang buka Qur'an.

Hidup yang selalu terasa mudah, selalu senang, membuat 'hati saya keras'.

Saat sakit itu saya juga merasa bersyukur cuma dikasih sakit seperti itu. Coba di luar sana, ada yang menderita kanker, ada yang dari lahir tidak bisa melihat, ada yang kehilangan tangan atau kaki. Ada yang anaknya kena down syndrom, ada yang anaknya menderita leukimia. Ahh penderitaan saya tidak ada apa-apanya. TB mah keciiilll .... Minum profilaksis mah enteeeng ...


Ah ya.... Rupanya saya perlu dikasih musibah dulu, kesedihan dulu, baru saya mendekat pada Allah.







Read More
Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

© 2011 Everything is Beautiful, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena