cinta kami ada dalam secangkir kopi, sepotong coklat, dan di blog ini..

Monday 31 March 2014

Badai Telah Berlalu



Ini adalah kali kedua Edsel demam nyaris 72 jam. Demam lama pertamanya dulu di usia 9 bulan karena Rosella.  

Diawali dari tidur cepat di hari Kamis_habis shalat magrhrib dia tiduran di pangkuan saya dan tiba-tiba saja pulas. Setengah jam terlelap saya cium keningnya dan ya ampuunn panas sekali ! Suhunya 38,9 dercel ! Ini sih udah demam. Makin malam, suhunya makin menanjak, hingga di kisaran 39 lebih. Manteng di angka itu. Saya masih santai, dan tak ada intervensi parasetamol atau kompres. Saya biarkan saja agar tidurnya lelap tidak terganggu.

Paginya, hari Jumat, suhu turun di 38,5 dercel. Anaknya tetap ceria, hanya agak males-malesan sedikit. Makan masih mau meski sedikit. Saya mendorong dia untuk banyak minum. Air putih, teh, jus, kuah sup atau apa pun yang penting cairan, cairan, dan cairan. Saya masih santai.

Sore hari, ketika saya pulang dari kantor, dia masih demam dan tidak terlalu semangat bermain. Jadi saya hanya membacakan cerita dan mendongeng. Menurut Ayahnya, seharian dia tidak mau makan nasi. Tapi ngemil kue dan minum tetap bagus. Makin malam suhu makin tinggi hingga 39,5 dercel, persis seperti pola suhu malam sebelumnya. Parasetamol masih belum karena Ed memang tidak mau. Kompres juga hanya sekali. Lagi-lagi saya masih tetep santai.

Sampe malam Minggu (berarti sudah 48 jam lebih dia demam), dia masih demam tinggi. Saya sudah mulai browsing DSA (Dokter Spesialis Anak) yang RUM (Rational Use of Medicines) di sekitaran Jogja dan Solo. Saya mencari dokter yang bukan hanya 'dikenal' RUM, tapi juga karena sabar dan mau meladeni pertanyaan pasien. Saya paling males dengan dokter yang judes dan tidak sabaran menjawab atau menjelaskan kepada pasien. Maka saya mendapat nama-nama di bawah ini. :

  • dr. Lucy Endang Savitri dan dr. Endang Tatar dari YARSIS Solo 
  • dr. Rusmawati dari PKU Muhammadiyah Solo
  • dr. Tunjung dari Sardjito Jogja
  • dr. Sari  Kusumastuti dari RSKIA Sadewa Jogja. 

Kalo Minggunya dia masih demam, saya berencana akan membawanya ke rumah sakit. Panik sih belum, karna Ed tidak terlihat lemas dan masih mau minum. Tapi menyadari bahwa besok hari Minggu dan Senin adalah tanggal merah, saya mulai kacau. Pikiran saya mulai ga jernih lagi antara menyadari bahwa Ed kadang-kadang ingin muntah, demam yang sudah hampir 72 jam, tidak ada tanda-tanda batpil atau ruam apa pun. Saya jadi berpikir jangan-jangan  ini DBD, atau demam thypoid. Mulai buka-buka lagi arsip tentang kedua penyakit itu. Argghh... semoga lekas besok, biar saya bisa segera menelpon rumah sakit atau klinik dokter-dokter itu.


Minggu pagi, secepat yang saya bisa, saya menelepon rumah sakit dan klinik-klinik dokter itu. Daann benar dugaan saya, semuanya tutup!! Rumah sakit sih buka, tapi hanya dilayani dokter yang jaga di IGD. Oke, setidak-tidaknya ada yang bisa dilakukan jika demam Ed masih tinggi. 

Allah selalu sayang Edsel, selalu. Dan sayang kepada ibu-ibu yang bersedia meluangkan waktu untuk belajar segala sesuatu tentang yang terbaik untuk anaknya. 

Hari Minggu itu, semakin siang suhu Ed mulai berangsur normal. Hingga malam hari, dan hingga Senin hari ini normal, sangat normal. Dan muncullah batuk-batuk kecil yang saya tunggu-tunggu. Oh Allah, itu adalah batuk terbaik yang pernah ada. Demamnya Ed karena batuk, hanya common cold, hanya itu, tidak lebih. Batuknya pun hanya sesekali dan tidak mengganggu. Dan badai itu pun telah berlalu.


Jadi sebenarnya yang bisa disimpulkan dari penanganan demam adalah :
  • Bisa dikatakan demam jika suhu tubuh 38,5 dercel atau lebih. Pengukuran pake termometer ya, jangan pake telapak tangan karena sangat tidak akurat. Saya beli termometer digital ketika Edsel lahir seharga 32 ribu dan masih bagus terpakai hingga sekarang.
  • Demam adalah gejala alias PERTANDA bahwa virus/bakteri sedang menyerang. Jadi demam BUKAN PENYAKIT, pikirkan penyebabnya, bukan pusing memikirkan menurunkan demamnya.
  • Bahaya utama dari demam adalah dehidrasi. Maka upayakan agar banyak minum. Bisa air putih, teh, susu, es krim, kuah sup, dan lain-lain yang penting cairan masuk tubuh.
  • Jangan pakein pakaian yang tebal ya. Pake yang tipis dan longgar agar panas bisa keluar. Jaga agar sirkulasi udara di ruangan lancar. Buka jendela atau idupin kipas angin.
  • Untuk menurunkan panas bisa minum parasetamol, atau kompres air hangat, atau bisa juga berendam di bak berisi air hangat. Saya paling sering mempraktekkan yang terakhir. Toh parasetamol hanya pain killer (pengurang rasa sakit),  bukan mengobati penyakit di balik demam itu. Jika Ed tidak mau, saya tidak pernah memaksanya untuk minum parasetamol.
  • Observasi terus keadaan anak, catat hasil pengukuran suhunya. Catatan ini akan memudahkan kita untuk melihat pola demam anak, atau ketika nanti dibutuhkan ketika kita harus membawanya ke dokter.
  • Jika demam sudah 72 jam (3 hari belum tentu sudah 72 jam), bawa ke dokter.

Jangan lupa, yang terakhir adalah BELAJAR. Biar kita tidak panik ketika menghadapi anak sakit/demam. Waspada itu harus, tapi panik itu bisa kita minimalisir jika kita sudah tahu ilmunya. Biar kita ga tergopoh-gopoh memberikan anak obat yang tidak rasional, atau tergopoh-gopoh meminta tes darah yang tidak perlu. Ingat ya, pemberian obat yang tidak rasional akan meruntuhkan sistem kekebalan tubuh anak. Ga mau kan anak kita gampang sakit ?
Maka badai itu pun akan berlalu
Read More

Friday 28 March 2014

36 Bulan EIR

EIR : Edsel Ilmi Rakasiwi, 36 bulan

8 Maret 36  bulan yang lalu dia datang kepada saya dengan kulit putiihh, rambut hitam tebal, dan tangis yang kenceeenggg. Dua hari kemudian, sebelum saya sempat tidur memeluknya, dia sudah harus dibawa kembali ke ruang perinat untuk mendapat perawatan intensif, diinfus! Aduuh sakit sekali rasanya hati ini. 

Enam bulan berselang. Dia harus ikut bersama saya yang saat itu mengikuti diklat prajabatan selama 3 minggu. Di rumah kontrakan yang tak nyaman dan tidak sesuai harapan kami. Tidur terpisah dari saya yang tinggal di asrama, dan hanya bertemu di jam istirahat yang tak seberapa. Perjuangan kami sama-sama berat. Tak masalah bagi saya untuk mengejar stok ASI di tengah-tengah jadwal diklat yang padat. Bagi saya, perjuangan itu telah dimulai, dan harus diselesaikan sampe akhir. Yang kemudian menjadi masalah adalah MPASI perdananya dimulai di tempat itu. Mungkin karena lingkungan yang kurang steril, atau banyak keterbetasan lain, dia diare hingga 3 hari. Untung saja saya tidak panik, masih tetap berpikir rasional dengan tidak mencekokinya dengan obat yang tidak perlu. Tapi ubun-ubun ini rasanya sudah pening memikirkan bayi berumur 6 bulan yang tiap hari BAB 6 - 10 kali. Yang ada di pikiran cuma 1, tiap ada kesempatan, browsing tentang diare.

12 bulan dari 8 Maret 2011 itu, dia sudah mulai berjalan. Dia berbicara dengan kalimat yang terputus-putus. Dan genap 14 bulan dia berbicara dengan kalimat, berkomunikasi dengan kami layaknya manusia seutuhnya meski dengan cadel yang menggemaskan. Duh Gusti Allah, ini kah kebahagiaan yang kau janjikan itu? Surga itu di telapak kaki ibu, tapi menjadi ibu itu rasanya sudah seperti surga.

Saya sering menangis malam-malam ketika memandangnya tidur lelap. Mengasihani dia karena tak bisa mengasuhnya sepanjang hari. Mengasihani dia atas segala keterbatasan yang bisa saya berikan sebagai ibu. Mengasihani dia atas I should I should ... yang tak kunjung bisa saya lakukan.

8 Maret 2013, tepat 24 bulan. Tiba waktunya untuk weaning. Ketika itu jika ada yang tanya siapa yang tidak sanggup untuk memulai? Maka saya lah yang sebenarnya tidak mampu. Saya tidak sanggup membayangkan jika dia berhenti meminta ASI dari saya. Cuma ASI yang bisa mengurangi rasa cemburu saya karena dia lebih dekat kepada kepada Ayahnya. Tanpa ASI mungkin dia tak butuh saya lagi. Cuma ASI yang bisa menambal sulam kurangnya kebersamaan kami. Cuma ASI yang sedikit bisa memupus rasa bersalah saya padanya. And finally, di akhir bulan Maret itu ikhlas sudah saya menyapihnya. Tanpa drama, tanpa air mata. Yeahh...dia tetap anak kami yang manis.

36 bulan. Yup, 8 Maret 2014 kemarin dia tepat bersama kami selama 3 tahun. Dia hobi bermain peran dengan dia sendiri sebagai sutradara untuk kami-kami yang bermain bersamanya. Dia suka naik sepeda. Dia suka bermain wayang. Dia sering juga bermain cat air. Dia tetap suka buku. Dia mulai sering berteriak jika tidak sedang mood disapa orang. Dia sudah bisa pipis sendiri. Dia masih suka ngompol di malam hari. Dia suka main tukang-tukangan. Dia mulai jadi picky eater. Dia bener-bener ga doyan sayur. Dia seneng nonton TuTiTu dan Thomas. Dia suka dengan karakter dinosaurus. Dia kadang ikut Uti ke sekolah. Dia kadang berlagak hendak mencakar kepada orang yang tidak dia sukai. Dia... ahh ga ada habis-habisnya jika bercerita tentang anak 36 bulan ini.


Dia tak selalu manis, kadang-kadang bikin jengkel dan menguji kesabaran kami. Tapi siapa yang  bisa mengingkari bahwa selama 36 bulan ini senyumnya adalah penawar segala lelah dan keluh-kesah kami? Bahwa tawa dan tingkahnya adalah sumber kebahagiaan kami ? Bahwa kehadirannya adalah alasan tiap sujud lama kami ?

Selamat ulang tahun EIR. Selamat 36 bulan..


Read More

Tuesday 25 March 2014

Surat Dari Masa Lalu


Hari ini saya mendapat sebuah email dari seseorang yang dulu sempat saya benci, benciii sekali. Intinya dia ingin menyambung silaturahmi kembali. Bukan sebuah permintaan maaf, toh mungkin dia tidak merasa bersalah hingga perlu untuk meminta maaf. Dia 'menemukan' saya ketika iseng berselancar dan menemukan blog saya. Olala..ternyata selama ini dia rutin membaca blog saya. Dari situ lah dia tergerak untuk menyapa saya kembali. 

Jangan berpikiran dia adalah mantan ya, bukan. Dia itu cewek, sahabat saya ketika saya masih di kota X. Kami adalah kawan karib, saya bahkan menganggapnya seperti kakak sendiri. Semua uneg-uneg dan keluh-kesah saya simpan rapat hanya dengannya. Semua hal yang belum bisa saya putuskan sendiri, saya minta pertimbangannya. Senang dan sedih pun saya bagi habis dengannya. Tak peduli seperti apa watak dan sifatnya, bagi saya dia adalah sahabat yang sempurna.

Saya pun mengimbanginya dengan selalu ada untuknya. Membantu di saat dia kesulitan, menjadi solusi ketika dia mencari pemecahan, memberikan hati dan dada di setiap dia membutuhkan. Singkatnya, persahabatan kami tulus, perfect.

Hingga pada suatu waktu dia membuat kesalahan yang membuat saya kecewa. Kesalahan itu diikuti dengan kesalahan selanjutnya, dan selanjutnya lagi. Sakit sekali rasanya. Kesalahan yang berbeda tapi dengan rasa sakit yang sama besarnya. Yang membuat saya lebih sakit adalah dia tidak merasa itu sebuah kesalahan. Oke, itu sudah membuat saya merasa cukup untuk mengakhiri pertemanan kami. Saya malas menghubunginya, dan sepertinya dia juga tidak merasa kehilangan saya karna selama saya menghindar tidak sedikit pun berinisiatif mencari saya. 

Singkatnya, sejak saat itu hingga hari ini, hingga saya sudah tidak satu kota lagi dengannya, 8 tahun sudah saya membencinya. Bukan mengingat terus-menerus keburukannya sih, tapi jika disuruh memilih maka saya memilih untuk mengingat keburukannya daripada kebaikannya. Ternyata untuk masalah benci-membenci saya lah jagonya. Daripada mengingat kebersamaan kami yang manis, saya memilih mengingat ketololan saya, kebohongannya, kemunafikannya, pengkhianatannya. Tanpa mau melihat dari sisi dia, mengapa dia melakukan itu. Bagi saya, apa pun alasannya bukan menjadi pembenar untuknya melakukan itu.
Ahh...ternyata pendendam sekali saya. Hingga kemudian, setelah membaca emailnya pagi-pagi tadi, saya merenung. Duh Tuhan, kenapa saya tidak belajar dari ini semua? Mungkin Engkau kirimkan dia untuk menyakiti hati saya agar saya belajar. Belajar untuk tidak memelihara benci. Belajar untuk tidak terus mengingat keburukan orang. Belajar untuk tidak dendam. Bukankah selama ini saya terus memelihara sifat-sifat buruk ini? 

Mungkin ini waktu yang tepat bagi saya untuk merasa malu kepada diri sendiri. Perkara mudah bagi saya untuk membalas emailnya dengan pura-pura ramah dan hangat. Tapi tentu bukan hal mudah bagi dia untuk memulai menghubungi saya dengan niat yang baik : menyambung silaturahmi yang terputus selama bertahun-tahun. Saya sangat yakin dia tentu juga merasa berat untuk memulai menyapa saya duluan, itu terbukti dari dia yang sudah lama mengikuti blog saya tapi baru hari ini berani mengirim email kepada saya.

Hmmm...... saya kok jadi kangen masa-masa nomat tiap Senin dulu ya? 
I knew you are reading this post. Yeahh...you're winner.
Read More

Sunday 16 March 2014

Bibir Borneo

Yuk mari berhitung jumlah lisptik yang nangkring di meja make-up saya. 1,2,3,......11 ! Yup sebelas biji ! Itu belum termasuk yang saya kasih ke orang lain karna jaraang banget dipakenya, daripada mubazir. Eh tapi cuma sebelas lho sodara-sodara. Mungkin wanita-wanita lain di luar sana malah ada yang punya lusinan. Untuk saya yang ga hobi dandan, jumlah ini termasuk luar biasa dan kemungkinan nanti akan bertambah lagi. Hmmm...saya sendiri suka geleng-geleng kepala kenapa tidak bisa menahan godaan untuk membeli lipstik. Sudah punya warna yang itu, pingin yang ini. Sudah punya warna yang ini, pingin nyoba warna yang ini lagi dengan merk yang beda. Untung cuma demen beli lipstik. Coba kalo ketagihan beli tas atau sepatu? Wah bisa dikandangkan dengan sukses motor saya karena ga kuat beli bensin. 

Iniihh teman-teman centil saya
Nah, lisptik yang saya beli terakhir adalah Sariayu Borneo 01. Ini gegara akhir-akhir ini kalo ke kalo ke kantor saya seringnya pake lipstik yang warna-warna natural macam oranye, peach, coklat, warna-warna nude gitu deh. Trus temen saya ada yang bilang kalo saya lebih cocok pake warna-warna cerah seperti pink atau merah, kayak dulu. Iya emang saya dulu hobi banget lipstik pink. Kalo beli pink melulu. Tapi makin berumur saya jadi kurang pede berbibir pink. Hihi.. 

Lipstik pink terakhir yang saya beli sebelum berubah haluan ke nude adalah Wardah (maaf serinya saya lupa). Warnanya cantiiikk banget, meskipun kalo dioles lebih dari satu kali jadi terlihat menor dan merah sekali. Tapi sebelnya saya sama Wardah adalah warnanya yang ga tahan lama. Baru dipake beberapa jam udah pudar, belum kalo dipake makan dan minum, wah bubar jalan deh. Padahal saya tu orang yang males banget touch up. Pake cuma sekali, habis itu biarlah alam yang bekerja. Mau tahan lama kek, mau ga kek, ga akan saya touch lagi. Makanya saya tu paling sebel sama lipstik yang gampang ilang warnanya. Udah beberapa kali beli Wardah dengan berbagai seri dan warna, tetep aja gitu penyakitnya, ga tahan lama. 

Trus dari pengalaman saya yang puas dengan Sariayu, coba browsing tentang lipstik pink dari Sariayu. Tema Sariayu tahun 2014 ini Borneo. Dan dari beberapa review beauty blogger saya kesengsem dengan Borneo 01. Tadinya ragu-ragu antara yang 01 atau 04. Tapi setelah dicoba-coba, yang 04 warnanya lebih 'berani'. Bukan saya banget deh yang aslinya berjiwa putri malu ini #Haha...jangan pada meringis ya.

Borneo 01. Packaging-nya cantik juga kan?

Oh ya, lipstik seri Borneo ini ada empat. Keempat-empatnya berwarna merah dan kerabatnya-kerabatnya, merah, merah muda, merah agak kemudaan, merah muda-muda banget. Yahh sodaraan semua sama merah lah. 

Seperti lipstik Sariayu pada umumnya, Borneo 01 ini tahan antara 2-3 jam. Nah kalo dipake makan atau minum ya rada pudar gitu. Tapi tetep ada nuansa warnanya, jadi ga pudar gitu aja. Bahkan untuk saya yang ga pernah touch up dan udah dipake buat wudhu, makan, dan minum aja masih tersisa sedikit warna pinknya sampe sore. Ya sedikit lumayan ga kliatan pucet. Cuma warnanya emang jadi kliatan berbeda, sis. Jadi mending kamu oles lagi deh kalo mau terlihat cantik. Soalnya ni lipstik emang wananya cantik banget kalo habis dioles. Saya aja semangat banget tiap pagi dandan make lipstik ini. Menurut saya warnanya ga berlebihan, dan cocok untuk kulit saya yang putih cenderung coklat.

Bibir Borneo

Untuk soal harga, standar produk lokal lah, Rp 31.100. Termasuk murah untuk lipstik dengan kualitas baik, warna cantik, dan manfaat melembabkan juga. 

So, sis...udah siap berbibir pink? Udah siap berbibir Borneo? Ini lah dia ...
Read More

Friday 14 March 2014

Terbuat Dari Apa Hatinya ?


http://baltyra.com/wp-content/uploads/2011/10/ruang-hati.jpeg

Tuhan, terbuat dari apa hatinya?
Ia manis bagai madu pada awalnya. Membuat aku tersipu, membuat senyum hampir tak pernah pergi dari bibirku. Membuat ihwal kucing berak di pasir saja seolah parodi lucu yang penting untuk dibicarakan dan ditertawakan sepanjang hari. Membuat minyak wangi yang baru aku beli kemarin lusa, kini kosong-melompong karena pikiran bodohku yang ingin tercium wangi dari jarak berkilo-kilo meter jika akan menemuinya.

Tuhan, terbuat dari apa hatinya?
Menyanjungku setinggi bintang, melambungkan hatiku hingga aku enggan menapak bumi kembali. Memberiku harapan yang kupupuk dan terus kupupuk hingga subur dan beranak-pinak. Dan ketika tiba waktu untuk memetik buahnya yang ranum dan merah itu, ternyata pahit. Sungguh pahit seperti empedu!

Tuhan, terbuat dari apa hatinya?
ia bagai sempurna untukku, meski aku tahu Engkau tak menciptakan ia sempurna. Aku tak menawarkan ia cinta, tapi dia memberiku dan menjemput hatiku. Ia baik Tuhan, ia baik. Tolong buat dia tetap baik, setidaknya untuk membuat hatiku juga terus membaik.

Tuhan, aku ingin tahu terbuat dari apa hatinya? Sungguh aku ingin tahu.

.....

Ini bukan tulisan penting sobat. Ini hanya sekedar tulisan iseng demi melihat seorang gadis SMA lari terbirit-birit ketauan menangis di bilik warnet kemarin sore. Mungkin seperti itu lah keluhan hatinya. Perrihhh. Jika ternyata saya dengan tepat bisa menggambarkannya, itu semata-mata bukan karena saya bertanya kepadanya. Tapiiii...karena saya juga pernah mengalaminya. Hihi...

Ahh andai saja saya sempat memberi tahunya bahwa cinta pertama yang kandas itu memang sakit. Sakit yang terlalu itu karena kita juga terlalu tinggi berharap, terlalu tinggi menyanjung, terlalu tinggi percaya. Padahal dia belum lah milik kita. Ahh...andai saja... 

Hai untuk yang telah melukai hati saya di masa nan culun dahulu. Terbuat dari apakah hatimu? Terima kasih ya, untuk semua pembelajaran sakit hati dan kecewanya karena setiap kita memang membutuhkan sakit hati dan kecewa. Itu akan membuat kita lebih kuat, lebih bijak, dan lebih hati-hati. Do you agree?





Read More

Friday 7 March 2014

Dirayu MLM

Beberapa hari yang lalu ada pesan masuk ke inbox Facebook saya. Dari seorang teman lama yang mengirimkan link  penawaran sebuah bisnis MLM (Multi Level Marketing). Saya sih udah tau produk yang mau dijual, tapi ya hanya sekedar tahu aja. 


Dan jujur saya malessss banget ditawarin ikut gitu-gituan, makanya saya hanya sekedar membalas pesan silaturahminya saja dan mengesampingkan iklan tawarannya itu. Beneran deh saya sudah berpuluh-puluh kali diajak bergabung dengan MLM dari berbagai jenis produk, dari berbagai asal negara produksinya.  Dan sampe hari itu tidak sedikit pun saya tertarik. TIDAK SEDIKIT PUN. 

  • Alasan saya yang pertama : saya tidak bisnis dagang, ga punya jiwa tebal muka untuk gedor pintu-pintu nawarin barang dengan membawa katalog. 
  •  Alasan kedua : barang MLM itu kebanyakan (bahkan semuanya dari yang pernah ditawarkan kepada saya) itu lebih mahal dari barang yang bisa dijual bebas di pasaran. 
  • Alasan ketiga : sesuatu yang too good to be true itu adalah omong kosong alias menjual mimpi. 
  • Alasan keempat : saya tidak punya waktu. Bayangkan saja saya di kantor dari pagi sampe sore. Setelah di rumah langsung ngurus anak, suami, dan rumah. Kapan saya punya waktu untuk ngider nawarin produk?
  • Alasan kelima : banyak contoh MLM yang bangkrut!!
Cukup bukan kelima alasan itu untuk membuat saya antipati dengan bisnis ginian? 

Sampe akhirnya temen saya minta nomor HP dan kita chat via WhatsApp. Nah pinternya temen saya itu, dia menawarkan sesuatu yang rasional dari sebuah bisnis MLM. Kan suka ada tuh yang janji-janji kalo kita daftar jadi member dalam waktu 2 bulan bisa dapat mobil atau uang puluhan juta. Ya mungkin emang bener kita bisa dapet segitu, tapi kan pake usaha dan proses. Ga tetiba aja kita santai-santi trus duit masuk ke rekening kita. Gayus Tambunan aja musti kongkalingkong dengan pegawai pajak biar jadi milyuner. Apalagi sebuah bisnis yang halal (eh tapi MLM halal kan ya?), pastinya harus pake usaha.

Trus lagi, uang pendafaran membernya cuma Rp 24.900. Ini bener kagak ini, masak iya cuma segitu?? Nah tertariknya saya di situ, uang pendafaran cuma seiprit. Jadi kalo misalnya kita kagak bisa jualan, paling ga kita beli kosmetik untuk diri kita sendiri dengan harga lebih murah, harga member. Oh iya kelupaan, MLM yang ditawarkan ke saya ini produknya kosmetik. You know it lah apa MLM mendunia yang main di kosmetik. Oriflame.

Soal kualitas produk sih saya ga meragukan ya. Cuma bisa apa kagak ni saya menjalankan bisnis ini dalam waktu yang terbatas dengan jiwa bisnis saya yang memprihatinkan. Sampe saat ini sih saya udah mengiyakan penawaran temen saya itu dengan pemikiran yang udah saya sebutkan di atas. Cuma memang belum saya sentuh tu web untuk login sebagai member. Bahkan saya belum keluarkan uang sepeserpun untuk biaya daftar. Baru sebatas mengirimkan foto KTP dan alamat email. Soalnya saya memang belum sempat karena kerjaan yang bejibun. Dan saya masih mau pelajari lebih jauh juga si Oriflame ini. Risk and benefit-nya.

Nanti ya, kalo memang bisnis ini bisa saya jalankan dengan segala keterbatasan saya. Dan lebih banyak benefit ketimbang risk-nya, why not?? Tapi kalo kebalikannya, buat apa saya teruskan? Mending melakukan usaha yang lain. 

So...tunggu kabar dari saya ya. Kalo menurut saya IYA, nanti saya bikin link di blog ini untuk membantu teman-teman bergabung dengan saya. Tapi kalo hasil pembelajaran saya (ciieee..pembelajaran, ha ha ha) menggiring saya untuk menjauhi, saya ga akan tulis apa pun di blog ini biar tidak ada pihak-pihak yang tersinggung.

Kata-kata bijak saya hari ini : belajar berenang dulu sebelum memutuskan terjun ke sungai. Selamat hari Jumat. I love love Friday...


Read More

Tuesday 4 March 2014

Kopi Bali

Ada masa-masa saya jenuh luar biasa dengan aktivitas sehari-hari. Kayak sekarang ini ni, kerjaan bulan ini full, padat banget, dengan tantangan kerja yang itu-itu aja dan mengharuskan saya cuma di belakang meja. Ga ada jadwal kerjaan keluar kantor. Belum ditambah dengan tugas-tugas kuliah. Bahkan saya sempat melanggar peraturan yang saya buat sendiri : "tidak membawa kerjaan kantor ke rumah". Iyahh, itu sukses saya langgar. 

Masa-masa semangat menderu-deru dan tertantang dengan banyaknya kerjaan telah tergantikan dengan capek dan jenuh. Bagi saya, seperti itu siklus mood. Ketika di awal-awal memulai semangatnya luar biasa, kerja kayak ga punya capek. Nanti di puncak-puncaknya kesibukan dan kesulitan, ditambah kesibukan-kesibukan yang lain, argghh..rasanya pingin berhenti dulu. Hahaha...

Nah kalo ada keinginan untuk berhenti itu biasanya saya langsung berusaha mengembalikan mood aja. Ke dapur nyeduh kopi, ato buka kulkas makan coklat. Itu udah cukup.

Ngomong-ngomong tentang kopi, beberapa waktu yang lalu ketika ke Bali saya sempat membeli beberapa merk kopi. Salah satunya Mangsi Coffe. Jujur waktu beli kopi ini bukan karena membaca ingredients di kemasannya, ato dapet rekomendasi dari orang lain. Bukan. Saya beli ini karena tertarik dengan kemasannya yang unik dan beda dari yang lain. Nah lho, jadi ternyata memang benar teori pemasaran bahwa kemasan sangat menentukan dalam penjualan sebuah produk. Yah paling tidak, saya lah konsumen yang terjerat dengan rayuan kemasan. Kemasan unik ambil, menarik bayar, perkara isinya gimana urusan belakangan. Yaa habis gimana dong, emang tadinya belum sempet survei dan cari referensi tentang si kopi Bali. Udah deh, umpama ga enak pun saya udah dapet benefit dari bungkus yang enak diliat. Jadi sodara, enak diliat itu ternyata kepuasan tersendiri lho buat saya. 

Berhubung saya dan suami emang penggemar kopi, jadi umpama tidak enak pun tetep harus kami coba se-tidak enak apa rasanya. Untuk memperkaya pengalaman rasa. #Diihh sok tahu tentang kuliner.

Ternyata Mangsi Coffe, yang tadinya dengan bego-nya saya baca Manggo Coffe karena buru-buru, itu rasanya enaakkk bannggeet. Mantep lah dengan harga yang cuma segitu. Ini kopi dengan perpaduan rempah-rempah di dalamnya. Jadi kamu bayangin aja kopi dicampur dengan jahe, secang, merica, pala, pokoknya rempah-rempah lah ya. Bayangin gimana rasanya. Ini lebih kaya rasa daripada kopi jahe. Rasa kopi tetap dominan, tapi rempah-rempahnya juga ga mau ketinggalan menyundul-nyundul di lidah. Jiaahh.

Mangsi Coffe ini bukan saya temukan di Krisna Bali pusat oleh-oleh yang paling besar dan terkenal itu. Di sana saya juga udah membeli beberapa bungkus kopi juga lho. Tapi harta terpendam justru ada di Cening Ayu, pusat oleh-oleh juga, tapi dengan jualan andalan Pie Susu dan Kaos Lukis. Wiihh..mantap nih, saya memang udah menjadikan Pie Susu dan kopi sebagai list wajib oleh-oleh. Ya iya lah, oleh-oleh tu yang beda gitu lho biar berkesan. Masak tiap orang pergi ke Bali oleh-olehnya kalo ga kain Bali ya gantungan kunci, ato Salak Bali. He he he.. #mintadigampar.

Di depan Cening Ayu



Ini lho Mangsi Coffe, tadinya sekilas saya bacanya Mango Coffe. Baru ngeh setelah sampe rumah

Tapi kembali ke soal selera sih ya. Temen saya yang saya bawain kopi ini bilangnya ini bukan kopi, tapi wedang secang. Ahh apa pulak itu bang?? Mungkin karena ada rasa rempah-rempah di dalamnya, jadi rasa kopi di lidahnya jadi terganggu. Sebodo teuing lah, buat saya si kopi wedang secang ini udah oke banget untuk mengembalikan mood saya yang sempat musnah ditelan kerjaan kantor dan kuliah yang menyiksa ubun-ubun. Kopi panas, makan coklat, duduk di teras sore-sore. Ambooiii...melihat tumpukan dokumen seperti melihat berlian. Hahaha...
Read More
Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

© 2011 Everything is Beautiful, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena