cinta kami ada dalam secangkir kopi, sepotong coklat, dan di blog ini..

Monday 12 November 2018

Hidup yang Tercerabut

Lama ya saya tida nge-blog? Alasan pertama tentu saja tidak sempat, tidak punya waktu untuk bisa curi-curi kesempatan nulis. Alasan pertama tadi bisa jadi merupakan alasan ‘pembenaran’ untuk saya yang mulai menggunakan waktu luang bukan lagi untuk nulis di blog, seperti dulu. Seperti dulu yang tiap liat meja kerja di kamar bawaaannya pingin bikin kopi aja trus buru-buru nge-blog. Sekarang? Jika punya me-time_jika tidak sedang punya buku baru untuk dibaca atau nonton film bareng suami, saya main Twitter laaaah.

Gambar diambil dari sini

Dulu saya sering membatin, hidup saya bisa tercerabut oleh medsos. Betapa tidak? Yang harusnya saya bisa menulis, membaca, atau berdiskusi dengan suami, saya malah sahut-meyahut chat di grup WA, liat & komen status temen di FB, liat foto di IG, atau terjebak serunya cuitan di Twitter. Dan saya pastikan 80% hal-hal tersebut ga begitu penting-penting amat untuk kemaslahatan hidup saya. Lantas bagaimana hidup saya tidak tercerabut?

Tapi bagaimana dengan alasan kedua? Alasan kedua, karena sekarang saya berubah menjadi penakut!

Saya takut tulisan saya akan menyinggung orang lain. Saya takut tulisan saya akan membuat marah orang lain. Dan parahnya, saya takut isi tulisan saya dibantai orang lain. Iya iya, saya akui ini berbeda dengan saya yang dulu. Dulu di mana saya bebas mau teriak-teriak apapun di blog, cerita apapun di blog, toh blog blog saya ini. Rumah rumah saya.

Tapi situasi sekarang memang sudah berbeda dengan yang dulu. 

Dulu sebelum medsos dan ponsel Android menjadi candu untuk kita (eh atau hanya saya?). Dulu semasih bebas menulis apa saja tanpa takut di-bully, hanya ingin didengar, hanya ingin dimengerti ‘inilah saya’. Dulu, iya dulu sebelum medsos begitu riuhnya. Sebelum beberapa orang di jagat net menjadi gampang nge-gas. Sebelum segala cincong akan disangkut-pautkan dengan pilihan capres (ealaahh). Sebelum orang akan sibuk menakar keimananmu dari pilihan bahasa kita yang ga keArab-araban. Sebelum orang berduyun-duyun memilihkan surga atau neraka untukmu hanya karena kita seorang ibu bekerja atau memilih mereview produk kecantikan alih-alih mengulas tentang pengajian yang tadi pagi kita datangi.

Maka diri saya pun, hidup saya, kembali tercerabut. 

Maka kemudian, FB dan IG lebih sering menjadi tempat saya mengarsipkan foto (sekarang lagi mikir-mikir untuk hanya menyimpannya di Google Drive dan DropBox) jarang lagi menjadi ruang saya untuk mengungkapkan pendapat pendek. Karena apa yang saya tulis di FB, acapkali membuat orang menjadi salah paham, salah tangkap, salah mengerti yang ingin disampaikan. Berbeda dengan bahasa lisan yang mempunyai kekuatan nada suara, intonasi, dan mimik wajah untuk memperjelas apa yang ingin kita sampaikan.

Satu-satunya medsos yang bikin saya tetap nyaman adalah Twitter. Saya bisa jadi apa adanya saya. Mungkin karena tidak banyak orang yang kenal saya di Twitter, atau bisa jadi atmosfer di Twitter lebih open minded, renyah, dan santai. Enam tahun di Twitter dan saya masih tetap nyaman. Bahkan saya jadi sering dapet giveaway dan teman diskusi baru.

Tetapi, tetiba hari ini saya rindu nge-blog. Iseng-iseng saya ingin membuktikan bahwa saya tidak akan kalah dari medsos, tidak ingin hidup saya benar-benar tercerabut. 

Read More
Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

© 2011 Everything is Beautiful, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena