cinta kami ada dalam secangkir kopi, sepotong coklat, dan di blog ini..

Monday 14 July 2014

Sunset Bersama Rosie

Tere Liye. Dua kata yang tadinya sempat saya duga kalimat bahasa Sunda. Ga tahu kenapa Tere Liye menurut saya berbau Sunda sekali. Pertama mendengar kata ini dari komentar status facebook seorang teman. Karena penasaran dengan artinya, saya googling. Dan sebagai orang yang mengaku hobi membaca, ternyata saya kuper dan norak sekali. Tere Liye itu nama orang ! Nama seorang penulis novel yang ternyata terkenal !! Ya ampuun, kemana aja saya selama ini ? Tapi saya emang jarang banget baca buku yang percintaan gitu. Jadi nama-nama penulis romantis memang kurang familiar di telinga saya. Kecuali Asma Nadia tentu saja. Saya mengenal karyanya sejak SMA, saya berjabat tangan dengannya sejak SMA, saya mendengar wejangannya yang berbobot tapi cantik sejak SMA, dan saya jatuh cinta padanya sejak itu pula. Dalam pikiran saya dia bukan pengarang novel percintaan, tapi seorang penulis buku psikolog dengan meminjam latar fiksi.

Kembali ke Tere Liye. Dia penulis yang cukup produktif. Informasi mengenai dirinya, apalagi kehidupan pribadinya sangat minim. Penulis ini unik sekali, tidak pernah mencantumkan tentang dirinya di setiap buku-bukunya. So humble.

00.00.000.
Timer bom itu sempura menyentuh angka nol.
Dalam gerakan pelan yang menyakitkan, dalam gerakan lambat yang mengiris hati, aku harus menjadi saksi utuh seluruh kejadian itu. Sebelum Rosie terharu menerima tangkai bunga, sebelum Nathan mengacak bangga rambut Sakura dan Jasmine, terdengar dentuman keras.
....

Sunset Bersama Rosie adalah salah satu buku terlarisnya. Meminjam latar bom Bali di Jimbaran, novel ini menurut saya cukup menarik. Bayangkan kamu mendapat pelajaran tentang kesetiaan, persahabatan, kasih sayang, romantisme, even parenting dalam satu buku. Bahkan kamu mendapatkan keindahan alam Gili Trawangan, Gunung Rinjani, dan Jimbaran sekaligus dengan deksripsi yang seolah nyata namun tentu saja lebih sedap dibaca. 

Tentu saja layaknya buku yang baik, novel ini sudah memenuhi syaratnya. Punya tanggungjawab moral kepada konsumennya, kita para pembaca. Ada hikmah yang disajikan, ada pelajaran yang bisa diambil. Buku setebal 425 halaman ini mengajari saya dan menghakimi saya mentah-mentah tentang bagaimana kita bersikap pada sahabat meski dia adalah orang yang telah mematahkan hati kita sekalipun. Bahkan Tere Liye memberi tahu saya cara bersikap cerdas untuk mencerdaskan anak-anak. 

Cerita yang sedih mengharu-biru dalam buku ini sempat membuat saya menangis lho. Aduh mungkin karena saya punya anak kecil ya, jadi membayangkan anak-anak tanpa orang tua selalu sukses membuat saya tersedu-sedu. Ya ga sampai tersedu-sedu gitu sih, tapi saya beneran nangis! Aihh, kapan terakhir kali saya menangis ketika membaca buku ? Kalo tidak salah waktu kelas 3 SD ketika membaca buku cerita tentang anak yang juga ditinggal mati kedua orang tuanya. Berarti sudah 20 tahun yang lalu.

"Anggrek, Sakura, Jasmine, ayah kalian sudah pergi. Selamanya. Demi Tuhan, andaikata Paman diberikan kekuatan membalik dunia, maka Paman akan melakukannya untuk mengembalikan ayah kalian. Tetapi itu tidak bisa dilakukan. Paman tidak bisa melakukan itu... Tidak akan pernah bisa."

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

© 2011 Everything is Beautiful, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena