cinta kami ada dalam secangkir kopi, sepotong coklat, dan di blog ini..

Tuesday 31 December 2013

Perkara Klasik

Apa yang dulu terpikir di kepala saya (ketika masih lajang) jika melihat anak batuk pilek? "Tega banget sih ibunya, ga mau bawa ke dokter".

Dan hukum karma pun berlaku. Meski dulu pikiran semacam itu cuma ada di kepala saya, sekarang Tuhan membalasnya. Jika Edsel batuk pilek, maka kata-kata seperti yang ada di pikiran saya beberapa tahun yang lalu itu lah kini dilahirkan oleh orang lain tepat di depan muka saya, setiap hari!


Sebenarnya bisa saja saya jawab batuk pilek (common cold) itu disebabkan oleh virus. Virus hanya bisa disembuhkan oleh waktu dan daya tahan tubuh penderita itu sendiri, tidak perlu obat. Cukup usahakan agar anak banyak minum dan istirahat. Tunggu saja, time will heal, waktu yang akan menyembuhkan. Obat batuk yang dijual bebas di apotek atau sering diresepkan dokter sekali pun sama sekali tidak dibutuhkan dalam kasus anak saya. Obat batuk itu hanya menekan batuk, bukan membasmi penyebabnya. Padahal batuk diperlukan untuk membuang dahak di saluran pernapasan. Bayangkan jika reflek batuk ditekan, berapa banyak dahak yang terus tinggal di saluran pernapasan yang siap menjadi bom waktu suatu saat kelak. Jadi batuk itu anugerah, biarkan saja dia melakukan tugasnya untuk membersihkan saluran napas agar bersih kembali.

Bisa saja saya memberikan obat biar batuknya yang mengerikan itu segera berhenti. Biar saya tenang, biar orang lain juga diam. Tapi benarkah obat itu untuk kebaikannya? Bukan! Obat itu untuk mengobati kekhawatiran saya, mengobati ketidaktegaan saya melihat sakitnya, mengobati rasa bersalah saya, mengobati komentar-komentar negatif orang-orang. Dan siapa yang akan menerima efek samping dari obat yang tidak dibutuhkan ini? Anak saya! Bukan saya! Bayangkan betapa egoisnya kalo sampe saya seperti itu.

Jadi jangan kira saya akan berceramah panjang lebar tentang manfaat batuk kepada orang tua dan saudara-saudara yang notabene apa beda virus dan bakteri saja tidak tahu. Alih-alih memahami tindakan saya untuk tidak memberikan obat, bisa-bisa saya makin dicap ibu yang ga becus. Seperti yang dulu saya pernah tulis di sini , saya sering, terlalu sering malah, berbeda sikap dan prinsip dengan orang lain. Dan saya sudah lelah memberi mereka penjelasan dengan bahasa yang santun dan mudah dipahami tentang mengapa saya melakukan ini dan itu yang tidak umum dilakukan orang lain. Saya capek, toh sebelum saya jelaskan pun mereka sudah 'membentengi diri' untuk tidak menerima penjelasan saya. Sampe saya berbusa-busa dengan suara serenyah-renyahnya sekali pun, yang tidak umum tetap saja dianggap salah.

Akhirnya sekarang, ketika diceramahi saya cuma berkata, "Insya Allah saya tahu kapan harus khawatir" sambil menyunggingkan senyum yang lebih manis dari madu.

Ketika sampe di titik ini saya hanya berharap bahwa orang lain tidak perlu memahami tindakan saya, tapi tolong hargai saya dan suami saya sebagai orang tua Edsel. Silakan menasihati, tapi menyindir, menyalahkan, atau mengambil tindakan diam-diam tanpa sepengetahuan kami bukan lah tindakan bijak. Kami lah yang paling berhak untuk menentukan apa yang paling tepat untuknya, bahkan satu benda yang masuk ke mulutnya sekali pun. Tak peduli benar atau salah, tetap saja kami yang bertanggungjawab atasnya. Itu saja.

Selamat menjelang Tahun Baru... Jadilah orang yang merdeka, tak perlu tergantung dari penilaian dan sikap orang lain untuk bahagia.

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

© 2011 Everything is Beautiful, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena