cinta kami ada dalam secangkir kopi, sepotong coklat, dan di blog ini..

Friday 27 September 2013

Cinta di Dalam Gelas

... dan kopi itu adalah cinta di dalam gelas.


Novel kedua dwilogi Padang Bulan ini banyak berkisah, bahkan hampir seluruhnya, tentang Enong alias Maryamah. Yang menarik, kalau tidak ingin dikatakan mengecewakan, di novel ini Andrea mengangkat tentang kebiasaan orang Melayu : catur dan kopi. Menarik karena budaya bahwa orang Melayu identik dengan dua hal tersebut belum jamak diketahui orang, termasuk saya (gyahaha...). Siapa sangka nun di Belitung yang ndeso sana ternyata kopi dan catur yang kita kenal sebagai kebiasaan intelek ternyata sudah menjadi kebiasaan yang turun-temurun.

Ada kemungkinan mengecewakan karena Andrea membawakannya dengan kurang indah, terlampau banyak sesuatu yang dipaksakan 'terjadi'. Mungkin ini hanya pendapat saya pribadi karena ekspetasi yang terlalu tinggi setelah kadung membaca Laskar Pelangi. Bodohnya saya kan ketika membaca suatu karya bagus dari seorang pengarang maka karya tersebut akan saya jadikan standar untuk karya-karyanya selanjutnya. Tanpa mau tahu bahwa proses kreatif seorang penulis bisa berubah-ubah.

Tetap dengan gayanya yang khas, Andrea bertutur tentang kesedihan, perjuangan,dan yang terpenting : semangat untuk mau belajar, dengan cara yang tak membosankan. Menggelitik namun tetap menyayat hati, tidak menggurui namun tetap menginspirasi. Kisah pilu Maryamah yang menikah hanya demi membahagiakan ibunya, namun akhirnya memilih bercerai karena sang suami_Matarom_ adalah lelaki hidung belang yang memperlakukannya dengan sangat buruk. Ibunya meninggal, semua adik-adiknya telah ia sekolahkan dan nikahkan dengan layak. Meski ia akhirnya sendiri, dan masih tetap seorang penambang timah, tak ada yang ia sesali. Ia menyikapi nasibnya dengan cara yang amat mengagumkan meski kesusahan tak henti-henti menimpanya.

Maryamah membalas sakit hati pada mantan suaminya dengan cara yang tak lazim : hendak menantang Matarom main catur di kejuaraan catur 17 Agustus. Padahal perempuan main catur belum pernah ada dalam sejarah mereka, menghadapi laki-laki pula!

Trik-trik catur, serba-serbi kebiasaan mgopi masyarakat Melayu dibahas tuntas oleh Andrea. Meski entah dia bisa main catur atau tidak sesungguhnya, tapi penuturan tentang catur di novel ini patut diacungi jempol. Risetnya tentu tidak main-main. Tapi tentang ngopi masyarakat Melayu, saya agak meragukan. Saya cenderung menganggapnya sebagai rekaan belaka, untuk mempermanis cerita. Juga cerita tentang blender penggerus kopi di warung Paman_di sini dikisahkan Ikal bekerja di warung kopi milik pamannya_terasa seperti 'mengotori' cerita saja. Tidak masuk akal dan seharusnya tidak perlu ada dalam novel ini. Kecuali dia mengisahkan dengan cara lain, atau tidak menempati porsi terlalu banyak hingga tiga mozaik.

Overall, novel ini tetap bisa direkomendasikan untuk bacaan alternatif bagi kita di tengah novel-novel teenlit atau novel terjemahan yang bukannya tidak bagus, tapi kurang membumi. Andrea tetaplah menginspirasi dengan caranya yang tak umum.Jika kita mau merenungkan lebih dalam, sesungguhnya novel ini membawa pesan bahwa BELAJAR ITU KENISCAYAAN. Tidak dibatasi oleh strata, tingkat pendidikan, dan usia. Karena apa pun ilmu itu, dia akan takluk oleh jiwa-jiwa pembelajar.

"Berikan aku sesuatu yang paling sulit, aku akan belajar."

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

© 2011 Everything is Beautiful, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena