cinta kami ada dalam secangkir kopi, sepotong coklat, dan di blog ini..

Monday 19 December 2016

Pembicaraan Mengenai Menikah (Bersama Edsel)

Suatu sore di warung bakso (tanpa Ayah dan Akis)

Edsel : "Kenapa Ibuk menikah dengan Ayah?"
Saya  : (Geragapan bentar, and then ....) "Karena Ayah laki-laki yang baik. Rajin sholat, pinter ngaji, jujur, dan suka baca buku kayak Ibuk".
.....

Suatu pagi ketika sedang ganti baju

Edsel : "Kenapa manusia menikah, Buk?"
Saya : (Mikir bentar) "Karena Allah menyuruh manusia menikah jadi menikah itu ibadah."
Edsel : "Berarti Edsel besok juga harus menikah?"
Saya : "Nggih, Sayang."

......

Suatu malam ketika sedang mewarnai (kami pun hanya berdua)



Edsel : "Jatuh cinta itu apa sih, Buk? Cintanya jatuh? Trus pecah? He he he." (Ketawa tawa sambil mewarnai gambar)
Saya  : (Mikir agak lama) "Jatuh cinta itu ...umm....senang dan suka untuk yang pertama kali. Misal nih, Ibuk jatuh cinta dengan pensil warna itu. Ibuk liat pensil warna itu tiba-tiba langsung suka dan sayang."
Edsel : "Kalo Ibuk jatuh cinta sama Ayah?"
Saya  : (Ee buset ni anak). "Kalo Ibuk jatuh cinta sama Ayah, Ibuk liat Ayah dan Ibuk cari tahu soal Ayah. Ooh Ayah itu rajin shalat, pinter ngaji, dan baik jadinya Ibuk jatuh cinta deh sama Ayah."
Edsel : "Kalo Edsel besok jatuh cinta sama yang orang yang beragama ******?" (Edsel menyebutkan salah satu agama yang berbeda dengan agama kami).
Saya  : (Garuk-garuk kepala dan mikir agak lama)
Edsel : "Edsel boleh menikah dengan orang itu?"
Saya  : "Menikah itu harus dengan yang satu agama, Sayang. Biar bisa sholat bareng, ngaji bareng, doanya juga bareng, masuk surga juga bareng."
Edsel : "Trus Edsel menikah sama siapa, dong?"
Saya  : "Sama wanita yang baik, yang rajin shalat, rajin ngaji, baik, jujur, berpakaian yang sopan."
Edsel : "Kayak Ibuk dong?"
Saya  : "Lebih baik dari Ibu dong. Makanya Edsel jadi anak yang baik, anak yang sholeh, biar menikah dengan wanita yang sholehah juga."
Edsel :"Kalo Edsel ga bisa milih yang kayak gitu?"
Saya  :"Kan ada Ayah ada Ibuk yang bantu Edsel milihin. Tar nih kalo Edsel jatuh cinta sama wanita, kasih lihat ke Ibuk dan Ayah, biar Ayah dan Ibuk bisa bantu Edsel buat menilai. Kalo menurut Ayah dan Ibuk tidak baik untuk Edsel, ya Edsel harus dengerin kata Ayah dan Ibuk. Kan Ayah dan Ibuk orang tua Edsel. Kalo menurut Ayah dan Ibuk baik, Edsel bisa menikah dengan wanita itu".

(Saya garuk garuk kepala) Duuuh kayak ngobrol sama anak ABG aja niii.


Edsel :" Kalo Edsel menikah dengan Ibuk boleh?"
Saya  : "Gak boleh, Sayang. Kita tidak boleh menikah dengan keluarga, kakak adik ga boleh. Apalagi sama orang tua. Ga boleh banget."
Edsel : "Lha kenapa?"
Saya  :"Allah melarangnya. Lagian kalo menikah dengan keluarga, anak-anak yang dilahirkan nanti bisa tidak sehat. Bisa sakit"
Edsel :"Lha sakit apa, Buk?"
Saya  :"Ya bisa tidak normal, kena penyakit, anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan yang sedarah." (Pemilihan kata saya mulai kacau. Mulai mikir-mikir pemilihan kata dan kalimat yang tepat, sambil mikir akankah berlanjut dengan pembahasan tentang kromosom).
Edsel :"Iya, tapi sakit apa? Pilek? Batuk?"
Saya  : (Masih mikir)
Edsel :"Buk, Ibuk...ini gunungnya Edsel warnai hitam ya?
Saya  :"Lha kenapa hitam? Kenapa tidak hijau seperti di contoh?"
Edsel :"Kata Ibuk kalo mewarnai suka-suka Edsel, ga harus sama dengan contohnya. Kan gunungnya cuma tanah, jadi warnanya hitam."
Saya : "Ooo....iya. Betul-betul" (manggut-manggut sambil merasa bersyukur terselamatkan dari pembicaraan mengenai kromoson perkawinan sedarah. He he he...). 


Note : obrolan di atas sudah saya translate ke Bahasa Indonesia biar lebih mudah dipahami karena saya ngobrolnya pake Bahasa Jawa.

Edsel akhir-akhir ini emang lagi suka ngobrolin tema itu : cinta, menikah, laki-laki dan perempuan. Ya topik-topik dewasa macam itu. Dan jujur saja, ketika ditodong pertanyaan-pertanyaan sejenis itu, saya kadang geragapan. Maka jawabannya pun mungkin tidak sempurna. Karena butuh jawaban yang tidak sekedar benar untuk setiap pertanyaan dari anak-anak. 

Begitulah, selalu ada alasan bagi ibu-ibu untuk khawatir. Khawatir jika kelak anak kita akan dipenuhi berbagai macam pertanyaan kritis_ tentang seks dan lawan jenis misalnya_ dan tidak lari ke kita . Khawatir jika kita tidak bisa mengawal bertumbuhnya titik rawan menjelang dan di awal balighnya. Khawatir ada kompas lain yang di luar Tuhan-nya. Ahh na'udzubillah.

Dan saya pun termenung, terbawa resonansi hujan.

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

© 2011 Everything is Beautiful, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena