cinta kami ada dalam secangkir kopi, sepotong coklat, dan di blog ini..

Friday 1 August 2014

Mengintip Mozaik Kehidupan Kita


Pernah tidak dalam hidup kita yang sekarang ini jika kita runut kembali adalah potongan mozaik-mozaik masa lampau? Entah mozaik itu berupa angan-angan, cita-cita, atau hanya sekedar celetukan. Saya pernah membaca tentang mozaik-mozaik ini di novel Edensor-nya Andrea Hirata dan sepertinya ada benarnya. Walaupun mungkin itu hanya kebetulan belaka. 

Contohnya begini, misalnya waktu masih kecil kita pernah ngebatin kok rumah yang setiap minggu kita lewati saban ke rumah embah itu orangnya ga pernah keluar ya? Kayak apa keluarga yang ada di situ? Kok suasana rumahnya unik ya, beda ama rumah-rumah yang lain? Ehh berpuluh tahun kemudian, anak yang punya rumah itu jadi suami kita. Padahal selama rentang berpuluh tahun itu kita ga pernah bergaul sama penghuni rumah itu lho. Ketemu juga setelah sama-sama dewasa. (Saya ngakuuuuu, ini kisah sayaaaa. Hahaha...)

Itu baru satu contoh, masih banyak lagi yang lain. Misalnya lagi nih ya, sewaktu kami masih SMP, sepupu-sepupu saya sering sekali menceritakan diajak sama Bapak Ibunya ke Gunungkidul, cuma naik motor. Aduuh ceritanya seruu sekali dengan gaya yang dilebih-lebihkan karena bermaksud pamer, biasa anak kecil. Kalo ke Jogja sih kita biasanya kita rame-rame satu keluarga gitu, itu pun saya cuma nebeng, hehe... Tapi kalo ke Gunungkidul naik motor?? Wah cuma saya yang belum pernah ngerasain. Mendengar cerita mereka, saya bisanya cuma membayangkan sambil memendam dalam-dalam keinginan untuk seperti mereka. Belasan tahun dari cerita itu, belasan tahun dari keinginan yang saya pendam dalam-dalam itu, saya bekerja di Gunungkidul. Naik motor setiap hari ke Gunungkidul, bahkan hampir khatam mengelilingi Gunungkidul. Potongan mozaik kehidupan saya, kembali dipertemukan.

Atau kisah lain ketika saya hamil, ada salah seorang ibu yang bicara meledek saya dengan mengatakan nanti kalo anaknya menikah dia tidak sudi buru-buru punya cucu. Punya cucu itu merepotkan, biaya hidup jadi mahal. Mending nanti-nanti aja hamilnya, jangan buru-buru, senang-senang dulu. Sakiitt sekali hati ini mendengarnya. Entah kebetulan atau tidak, setelah menikah anaknya segera hamil persis kayak saya, tapi bayinya meninggal setelah dirawat intensif beberapa hari. Lama setelah itu, anaknya baru bisa hamil lagi. Itu pun dengan perjuangan yang luar biasa berat dan memakan biaya. Mungkin Allah mendengar kata-katanya bahwa punya cucu itu merepotkan. Maka mungkin Allah membuat cucu itu 'jauh' darinya. Hanya mungkin. Toh Allah saja yang tahu apa yang terbaik untuk dia.

Ada banyak sekali kisah di kehidupan saya yang sebenarnya mengulang cerita yang belum selesai di waktu dulu. Mungkin hanya kebetulan, mungkin juga saya yang terlalu sentimentil menghubung-hubungkannya, toh itu hanya kisah-kisah remeh. Tapi bagi saya mozaik-mozaik yang mungkin hanya kebetulan itu, memberi saya setidaknya satu pembelajaran untuk tidak nyeletuk sembarangan atau mengolok-olok orang lain seenaknya. Saya takut kejadian yang sama akan terjadi pada saya. Saya sedang berusaha untuk ngomong,_terlebih-lebih di depan orang lain_yang baik-baik saja. Saya sedang berusaha. Sedang.

Bukankah kata orang Jawa uni minangka donga (ucapan adalah doa) ?

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

© 2011 Everything is Beautiful, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena