cinta kami ada dalam secangkir kopi, sepotong coklat, dan di blog ini..

Wednesday 29 January 2014

99 Cahaya di Langit Eropa

"Percaya atau tidak, pinggiran hijab Bunda Maria itu bertahtakan kalimat tauhid Laa Ilaaha Illaallah, Hanum", ungkap Marion akhirnya.

....

Kopi dan buku bagus, siapa yang bisa menolak?

Di antara sekian banyak novel yang telah saya baca, mungkin ini lah novel yang telah benar-benar membuka cakrawala berpikir saya.

Bagi saya yang menggilai kalimat-kalimat yang indah dan tak biasa di sebuah karya sastra, sebenarnya novel ini masuk kategori biasa. Tapi tema-nya itu, bobot ceritanya itu, ke-fakta-annya ituuuu yang membuat saya tak bisa berkutik. Ditulis oleh duet suami istri Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, novel ini merupakan catatan perjalanan mereka selama tinggal di Eropa. Seperti yang Penulis tuturkan di bagian prolog :
Catatan perjalanan ini berdasarkan kisah nyata saya dan Rangga dalam berinteraksi sosial dan mengusung fakta sejarah yang sebenarnya. Namun untuk melindungi privasi orang-orang yang terlibat dalam cerita ini, nama mereka sengaja disamarkan. Tutur dialog dan alur cerita yang terjadi dalam buku ini juga direkonstruksi ulang untuk memperkuat bangunan cerita, tanpa menghilangkan esensinya.

Selama ini saya cenderung beranggapan bahwa Eropa dan Islam adalah dua kutub yang tolak-menolak. Tak ada jejak Islam sama sekali di Eropa. Mana? Mana?? Tak ada media yang memunculkannya. Kalo pun ada itu sangat sedikiiittt sekali, dan bukan sesuatu yang besar dan membanggakan. Dan buku ini telah membuktikan bahwa saya salah.

Simak bagaimana Fatma Pasha menunjukkan bahwa Wina ternyata menyimpan sejarah Islam masa lalu. Turki pernah hampir menguasai Eropa Barat. Sekitar 300 tahun lalu, pasukan Turki yang sudah mengepung kota Wina akhirnya dipukul mundur oleh gabungan Jerman dan Polandia dari atas bukit Kahlenberg. Wina adalah kota terakhir tempat ekspansi Islam berhenti.

Cermati juga tentang Marion Latimer menceritakan sejarah Paris yang ternyata ada rahasia-rahasia kebesaran Islam di dalamnya. Tentang kisah-kisah Islam tersembunyi di Museum Louvre, tentang Napoleon Bonaparte yang menata kotanya ke arah Mekkah, tentang arsitektur gereja Notre Dame yang terpengaruh budaya Islam, atau tentang jubah pengangkatan Raja Katholik_Roger of Sicily II_ yang berhiaskan tulisan Arab.

Tak berhenti sampe di situ, Hanum dan Rangga juga menelusuri jejak kebesaran Islam hingga ke Cordoba di Spanyol. Kota yang merupakan pusat peradaban Islam di Eropa ribuan tahun lampau, di mana Mezquita yang dulunya masjid terbesar termegah pada masanya, kini berubah fungsi menjadi gereja. Bangunan itu adalah refleksi kejayaan Islam sekaligus kejatuhannya. Indahnya Istana Al-Hambra di Granada, juga kecantikan Hagia Sophia dan Blue Mosque di Turki merupakan bukti tak terbantahkan dari kedigdayaan Islam di Eropa.

Menurut saya kehadiran buku ini bukan untuk mem-versus-kan Barat dengan Islam. Bukan untuk menunjukkan Islam lebih baik dari Nasrani atau sebaliknya. Bukan juga untuk mengasihani Islam yang telah tenggelam dari hiruk-pikuk peradaban Eropa. Bukan. Novel ini melakukan tugasnya untukmenunjukkan mata rantai yang hilang, yang mungkin telah banyak dilupakan, tentang sebuah peradaban besar yang telah turut andil memberikan kontribusi besar bagi Eropa, bahkan dunia.

Lebih dari itu, Hanum dan Rangga berhasil menginspirasi saya untuk menemukan 'sesuatu' di setiap jalan-jalan saya. Jalan-jalan yang tidak sekedar senang-senang, tapi mencari nilai lebih untuk memperkaya jiwa. Semoga.

Epilog :
...
Seribu tahun Islam bersinar, lalu pelan-pelan memudar. Aku bertanya, mengapa? Karna sebagian umat Islam sudah mulai melupakan apa ynng telah diperdengarkan Jibril kepada Muhammad SAW pertama kali. Karena kita terlalu sibuk becumbu dengan kata jihad yang salah dimaknai dengan pedang, bukan dengan perantara kalam (pengetahuan).

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

© 2011 Everything is Beautiful, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena